Monday, 6 August 2012

Catatanku Part 2 : Pengertian Sejarah


Samsul Kamil Osman
            Sinar suria  tampil segar memancarkan cahaya menerangi  pagi hari ini. Semoga sahaja, sinar suria ini akan berlanjutan hingga ke petang. Semoga juga tidak akan hadir cahaya suram yang akan menyelubungi awan  sehingga menggusarkan hati ramai orang yang mengharapkan akan ada cahaya menerangi hari-hari yang berlalu sehingga malam menjelma menggantikan siang. Setiap hati akan selalu berdoa mengharapkan setiap hari yang dilalui akan hadir bersama sinar kebahagiaan. Setiap hati akan selalu berdoa, agar setiap langkah yang disusun dan diatur akan membuahkan hasil yang dapat mencernakan harapan dan mendatangkan kebahagiaan.

            Mengimbas kembali liku-liku perjalanan masa yang telah jauh kita tinggalkan, membuatkan hati selalu berdetik dengan pelbagai kenangan dan memori yang sering menjentik perasaan. Mengimbas masa lalu, seringkali membuatkan kita hanyut dibuai perasaan. Perasaan yang pelbagai, bercampur-baur antara suka, duka, sedih, tawa dan gembira. Dalam kehidupan kita tidak boleh lepas dari rasa suka dan duka . Itu semua telah  menjadi asam garam dalam mengharungi  perjalanan  merentasi masa lalu menuju ke masa hadapan. Masa  lalu selalu memberi makna yang besar dengan seribu satu macam kenangan dan pengalaman yang indah, malah adakalanya manis, adakalanya juga pahit untuk dikenang. Tetapi sesiapapun tidak akan dapat menolak dan menafikan, bahawa masa lalu mempunyai  makna yang cukup besar dalam mencorak dan memberi perubahan dalam diri seseorang. Masa lalu sememangnya sangat berkait rapat dengan kejayaan seseorang pada masa kini. Sesiapapun yang berjaya mengharungi cabaran menimba dan menikmati kejayaan hari ini, tidak akan dapat menafikan sumbangan masa lalu yang telah menjadi penentu kepada kejayaan tersebut.

            Setiap kita yang  telah berjaya hari ini akan berpendapat bahawa pengalaman masa lalu telah mengajar dan mendidik sehingga kejayaan tercipta hari ini. Masa lalu itu adalah sejarah. Sejarah adalah ibu kepada segala ilmu yang telah menyedarkan kepada manusia akan pentingnya masa lalu sebagai landasan untuk mencipta kejayaan di masa hadapan. Sejarah adalah landasan untuk menjadi pengukur di antara kegagalan dan kejayaan, kemunduran dan kemajuan, kebodohan dan kecerdikan, keruntuhan dan kemasyhuran. Tiada siapapun yang dapat  menafikan  pentingnya sejarah dalam mencorak masa depan sesorang. Sejarah masa lalu adalah pencetus kejayaan di masa hadapan.
Ibnu Khaldun

Kumpulan Pengertian Sejarah menurut Pelbagai Sarjana
What follows are a series of quotations about history and the historian’s craft. They have been culled from a variety of sources and they appear here in totally random order. Their purpose is to incite, energize and stimulate your historical imagination.
* * *

“‘History,’ Stephen said, ‘is a nightmare from which I am trying to awake.’” James Joyce
“Since history has no properly scientific value, its only purpose is educative. And if historians neglect to educate the public, if they fail to interest it intelligently in the past, then all their historical learning is valueless except in so far as it educates themselves.” G. M. Trevelyan.
“To each eye, perhaps, the outlines of a great civilization present a different picture. In the wide ocean upon which we venture, the possible ways and directions are many; and the same studies which have served for my work might easily, in other hands, not only receive a wholly different treatment and application, but lead to essentially different conclusions.” Jacob Burckhardt
“History is the witness that testifies to the passing of time; it illuminates reality, vitalizes memory, provides guidance in daily life, and brings us tidings of antiquity.” Cicero
“The past is useless. That explains why it is past.” Wright Morris
“Faithfulness to the truth of history involves far more than a research, however patient and scrupulous, into special facts. Such facts may be detailed with the most minute exactness, and yet the narrative, taken as a whole, may be unmeaning or untrue. The narrator must seek to imbue himself with the life and spirit of the time. He must study events in their bearings near and remote; in the character, habits, and manners of those who took part in them. He must himself be, as it were, a sharer or a spectator of the action he describes.” Francis Parkman.
Francis Parkman
“History . . . is indeed little more than the register of the crimes, follies, and misfortunes of mankind.” Edward Gibbon
“There is properly no history; only biography.” Ralph Waldo Emerson
“The study of history is the best medicine for a sick mind; for in history you have a record of the infinite variety of human experience plainly set out for all to see; and in that record you can find yourself and your country both examples and warnings; fine things to take as models, base things rotten through and through, to avoid.” Livy
“What experience and history teach is this-that people and governments never have learned anything from history, or acted on principles deduced from it.” G. W. F. Hegel
“Everything must be recaptured and relocated in the general framework of history, so that despite the difficulties, the fundamental paradoxes and contradictions, we may respect the unity of history which is also the unity of life.” Fernand Braudel.
Fernand Braudel
“The function off the historian is neither to love the past nor to emancipate himself from the past, but to master and understand it as the key to the understanding of the present.” E. H. Carr
“If you do not like the past, change it.” William L. Burton
“History does nothing, possesses no enormous wealth, fights no battles. It is rather man, the real, living man, who does everything, possesses, fights. It is not History, as if she were a person apart, who uses men as a means to work out her purposes, but history itself is nothing but the activity of men pursuing their purposes.” Karl Marx
“An historian should yield himself to his subject, become immersed in the place and period of his choice, standing apart from it now and then for a fresh view.” Samuel Eliot Morison
“History is for human self-knowledge. Knowing yourself means knowing, first, what it is to be a person; secondly, knowing what it is to be the kind of person you are; and thirdly, knowing what it is to be the person you are and nobody else is. Knowing yourself means knowing what you can do; and since nobody knows what they can do until they try, the only clue to what man can do is what man has done. The value of history, then, is that it teaches us what man has done and thus what man is.” R. G. Collingwood
“History is more or less bunk.” Henry Ford
“That historians should give their own country a break, I grant you; but not so as to state things contrary to fact. For there are plenty of mistakes made by writers out of ignorance, and which any man finds it difficult to avoid. But if we knowingly write what is false, whether for the sake of our country or our friends or just to be pleasant, what difference is there between us and hack writers? Readers should be very attentive to and critical of historians, and they in turn should be constantly on their guard.” Polybius
“You have reckoned that history ought to judge the past and to instruct the contemporary world as to the future. The present attempt does not yield to that high office. It will merely tell how it really was.” Leopold von Ranke
“Time in its irresistible and ceaseless flow carries along on its flood all created things and drowns them in the depths of obscurity. . . . But the tale of history forms a very strong bulwark against the stream of time, and checks in some measure its irresistible flow, so that, of all things done in it, as many as history has taken over it secures and binds together, and does not allow them to slip away into the abyss of oblivion.” Anna Comnena
“Only a good-for-nothing is not interested in his past.” Sigmund Freud
“Every past is worth condemning.” Friedrich Nietzsche
“The historian does simply not come in to replenish the gaps of memory. He constantly challenges even those memories that have survived intact.” Yosef Hayim Yerushalmi
“Each age tries to form its own conception of the past. Each age writes the history of the past anew with reference to the conditions uppermost in its own time.” Frederick Jackson Turner


SAMSUL KAMIL BIN OSMAN
Teratak Shamida,
Baling, Kedah……

06 Ogos 2012

Wednesday, 1 August 2012

Catatan Perjalananku - Part 1





Puji dan syukur kehadrat Allah SWT di atas limpah dan kuniaNya kita dapat berdiri megah dan gagah hari ini. Kesyukuran juga dipanjatkan kerana rahmat dan hidayah-Nya dapat mencapai impian menjadi insan yang dapat menyumbang bakti mendidik anak bangsa. Menjadi insan bergelar ‘GURU’ . Sesungguhnya menjadi pendidik merupakan cita-cita yang telah lama tertanam dan ingin aku realisasikan sebagai memenuhi harapan dan impian almarhumah ibuku yang tercinta.

            Sekarang harapan dan hasrat ibu telah berjaya aku tunaikan, walaupun satu ketika dulu terasa terlalu tinggi sekali harapan yang diletakkan oleh ibu terhadap diri ini. Bukan aku tidak mahu menjadi guru, bukan juga kerana aku mempunyai impian lain yang ingin dikejar….tetapi aku rasakan menjadi guru terlalu tinggi untuk aku capai. “Guru” terlalu hebat di mataku….., aku takut akan menghampakan harapan ibu…apalagi hasrat ibu yang terlalu tinggi, ingin melihat salah seorang anaknya menjadi insan yang dapat berbakti kepada anak bangsa. Ibu ingin sekali aku menebus anggapan dan pandangan negatif sesetengah ahli keluarga kami. Keluarga kami selalu dipinggirkan hanya kerana taraf  ekonomi keluarga yang tidak seberapa, ditambah lagi latar belakang pendidikan ayah dan ibuku yang tidak seberapa, malah tidak pernah mendapatkan pendidikan secara formal di sekolah.


            Sesungguhnyan kedaifan hidup dan jerih perit yang dilalui oleh kedua orangtua kami membuatkan aku insaf. Hasrat yang tinggi untuk membela nasib keluarga dan menebus impian ibu membuatkan aku tekad belajar dan terus belajar, walaupun ada ketikanya aku lemas dan hanyut dibawa arus.

Mengimbas kembali zaman persekolahan, bermula dari pendidikan rendah, aku bukanlah seorang pelajar yang berpotensi dan menjadi perhatian guru. Aku sering terkebelakang dalam semua bidang. Mungkin faktor latar belakang kami yang datang dari keluarga yang daif menyebabkan aku merasa rendah diri dan sukar untuk bergaul. Ada kalanya ketika itu, aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan di sekolah. Sekolah bagiku hanya tempat persinggahan dan tidak memberi makna apa-apa. Aku sukar dan rasa malu untuk berkawan, apalagi rata-rata kawan-kawan di kelas ketika itu datang dari kalangan keluarga yang sederhana dan anak orang berada. Rasa rendah diri yang teramat dan keterlaluan itu menyebabkan aku menjadi seorang pelajar yang pasif dan sukar untuk berfikir secara positif bila melalui proses pembelajaran. Akhirnya aku menjadi pelajar yang sering ketinggalan di dalam kelas.


            Sekolah Kebangsaan Sultan Idris II Kuala Kangsar (SKSI II), itulah sekolah pertama yang aku jejak untuk mengharungi alam persekolahan. SKSI II salah sebuah sekolah yang tersohor di Kuala Kangsar, apalagi sekolah ini terletak bersebelahan dengan sekolah yang terhebat di negara kita, iaitu Maktab Malayu Kuala Kangsar.  Maktab Melayu Kuala Kangsar terkenal. Bukan sahaja kerana namanya, tapi sekolah ini telah banyak melahirkan tokoh-tokoh negarawan yang ternama dari dahulu sehinggalah sekarang.


Berada di sekolah yang hebat tidak sedikitpun memberi kesan yang bermakna buat diriku. Aku tetap sahaja seorang pelajar yang bersahaja dan tidak pernah berfikir untuk menjadi pelajar yang Berjaya. Bagi aku, hadir ke sekolah hanya untuk mengisi masa di samping untuk melunaskan tanggungjawab seorang anak kepada orangtua yang mahukan anak mereka belajar dan tidak membuang masa duduk di rumah. Walaupun pada hari pertama dihantar ke sekolah, ibu dan ayah sempat berpesan supaya aku gigih belajar agar menjadi insan yang berguna. Tapi aku tetap bersahaja, bagiku orang miskin seperti keluarga kami tidak akan mampu untuk berjaya lebih tinggi, apatah lagi hambatan hidup dalam serba kekurangan menyebabkan aku selalu ketinggalan, terutama dalam menyediakan peralatan untuk belajar. Aku tidak mampu memiliki alat-alatan belajar seperti rakan-rakan lain, malah sering kali aku didenda guru kerana tidak mampu menyediakan buku untuk menulis.

Sukar untuk diterima akal, ingin membeli buku tulispun ketika itu aku tak mampu. Tapi itulah hakikat yang harus aku telan. Itulah juga yang menjadi faktor, aku malu dengan rakan-rakan dan guru-guru. Apa lagi ada kalanya ketika itu terdapat guru-guru yang sering mempersendakan aku. Bagi aku, hal itu perkara biasa, kerana sebagai orang yang datang dari keluarga yang miskin, akau harus redha menerima apa saja yang dikatakan oleh orang lain. Itu juga yang sering diingatkan oleh ibu kepadaku setiap kali sebelum melangkah ke luar dari rumah menuju ke sekolah. Mungkin sebab itu jugalah mengapa ibu sering meletakkan harapan yang tingi buat kami anak-anaknya supaya belajar bersungguh-sungguh dan keluar dari belenggu kemiskinan apabila dewasa kelak.

Mengimbas kembali kenangan zaman berada di sekolah rendah, sebenarnya sungguh istimewa untuk aku kenangkan kembali. Masih terbayang, bagaimana setiap pagi aku dan abang-abangku akan bangun seawal  jam 5.00 pagi. Dalam keadaan rumah yang jauh di pendalaman dan tidak mempunyai kemudahan elektrik maupun bekalan air paip, di samping terpaksa pula bergantung kepada pelita minyak tanah dan air perigi. Dalam kedinginan pagi, aku terpaksa mandi di perigi yang airnya sangat dingin dan sering kami menggigil sebaik selepas mandi pada waktu dini hari. Tapi itu sudah menjadi kebiasaan dan tak mungkin akan dirasakan oleh anak-anak pelajar zaman sekarang.

Melangkah ke sekolah dalam cahaya yang masih gelap dan suram. Kami tidak mampu untuk dibekalkan dengan wang saku oleh ibu, oleh itu untuk ke sekolah harus memilih berjalan kaki menelusuri  jalan raya dan meredah ‘Padang Polo’ sebagai laluan pintas dari rumah ke sekolah. Jarak yang ditempuh  kurang lebih 25 km bukan terlalu jauh bagi kami kerana sudah terbiasa berjalan kaki. Sesungguhnya tidak hairan kemudian nanti aku dan abang-abangku mewarisi bakat dan mengungguli acara larian jarak jauh setiap kali berlangsungnya kejohanan olahraga di sekolah.

Apapun yang kami lalui, semua itu tidak pernah membuatkan aku berputus asa dan menyalah nasib yang menimpa.  Bagi diriku, itu antara takdir yang harus dilalui, dan aku pasrah dengan ketentuan Illahi. Tapi mungkin kerana terlalu muda dan masih belum dapat berfikir secara matang, keinginan untuk belajar bersungguh-sungguh masih tidak dapat aku laksanakan. Tetapi masih sahaja aku menjadi seorang pelajar yang pasif dan kurang memiliki daya usaha untuk mencipta kejayaan. Sering kali dalam peperiksaan aku akan jauh ketinggalan jika dibandingkan dari rakan-rakan yang lain, malah sering kali juga aku berada di kedudukan tercorot  di dalam kelas.

Sehingga tamat belajar di sekolah rendah, kemampuanku dalam pelajaran sangat sederhana. Aku tahu, ibu dan abah mungkin sangat kecewa kerana anak-anak mereka gagal berprestasi baik dalam pelajaran. Mungkin saja ketika itu aku menyalahkan factor kemiskinan keluarga yang menyebabkan kami tidak berprestasi. Tapi aku sedar, ibu dan abah telah berusaha memberi yang terbaik dan apa yang termampu. Tapi semuanya belum cukup untuk memenuhi keperluan kami anak-anaknya ketika itu. Masakan kami boleh belajar dengan baik, sedangkan yuran sekolah dan membeli alat keperluan untuk belajar saja kami belum mampu seperti rakan-rakan lain. Ada kalanya kami ke sekolah hanya beralaskan air teh tidak bergula atau saja air putih tanpa mencicipi sarapan pagi seperti anak-anak lain. Bagaimana mahu belajar dengan baik, kerana pemakanan sebenarnya memainkan peranan penting untuk melahirkan minda yang sihat.

Tapi satu yang aku sangat bangga dengan apa yang telah ibu dan abah tunaikan terhadap kami ialah, walaupun dalam kesusahan dan kepayahan, kami tetap diberi ruang dan peluang untuk meneruskan alam persekolahan. Pesan ibu yang masih aku ingat sehingga kini.:

“Mak hanya mampu membekalkan pelajaran dengan menghantar kalian ke sekolah. Mak tak mampu beri harta dan kekayaan . Jika kalian ingin menjadi orang yang dipandang mulia dan berharta, carilah  dengan belajar bersungguh-sungguh. Mana tahu ditakdirkan tuhan nanti ada anak mak yang akan berjaya dalam pelajaran dan menjadi insan terpelajar dan berjawatan tinggi. Kalau panjang umur bolehlah mak menumpang tuah kamu nanti. Paling tidak mak akan berbangga kerana ada di antara kamu yang akan menebus maruah keluarga dan mengenepikan kata orang yang mak tak mampu dan tak pandai mendidik anak-anak. Buktikan walaupun abah dan mak buta huruf, bukan bermakna kalian anak-anak mak tak mampu belajar hingga ke hujung dunia”

Itulah antara pesanan ibu yang akan terus terpahat dan akan aku abadikan buat selama-lamanya. Pesanan itu jugalah yang menjadi pencetus untuk aku menggapai impian mengejar kejayaan sehingga akhirnya berjaya melangkah kaki ke menara gading. Sesungguhnya aku sedar, kemiskinan bukan alasan untuk kita tidak mampu meraih kejayaan, tetapi mungkin sahaja kemiskinan akan menjadikan kita orang yang tidak akan berputus asa dalam mengejar impian.

Walaupun terlewat mengecapi kejayaan, tetapi aku bangga kerana dapat menunaikan hasrat ibu dan abah yang ingin melihat anak mereka berjaya sebelum menutup mata.

Buat almarhumah bonda tercinta Jaleha bt. Atim dan almarhum ayahanda Osman bin Ibrahim, terima kasih kerana telah membesar dan memberi didikan yang sempurna buat anakanda. Doa kami anak-anakmu semoga Allah SWT mencucuri rahmat ke atas roh kalian. Semoga kalian berdua ditempatkan di kalangan orang-orang yang beriman dan beramal soleh. Amin…….Al-Fatihah…..


SAMSUL KAMIL BIN OSMAN
Teratak Shamida,
Baling, Kedah……

01 Ogos 2012

Saturday, 28 July 2012

Catatanku....“Hanya Jauhari yang mengenal manikam”





          Mentari agak suram hari ini. Sepertinya memberi petanda akan turun hujan membasahi bumi yang dapat menyegarkan kembali pohon-pohon dan rumput-rumput hijau yang sudah hampir sekian lama tidak disirami air. Tentu sekali, jika hujan turun hari ini, pohon kembang di taman akan kembali tampak ceria, rumput di padang akan kembali segar dan pohon sayur di kebun akan tampak subur menawan hati. Tapi, itu semua hanya jangkaan, belum pasti terjadi jika hujan yang dinanti tidak turun seperti yang dihajati. 



          Itulah lumrah dalam kehidupan. Kita selalu mengharapkan sesuatu yang indah dan terbaik, walaupun sebenarnya terpaksa menunggu dengan penuh kesabaran,  tanpa ada kepastian. Kesamaran selalu menyelubungi hari-hari yang berlalu, tapi akan selalu ada harapan…, kerana harapan akan selalu hadir selagi ada sinar yang menerangi hari-hari yang datang dan pergi.

          Setiap insan yang hadir di dunia inginkan sebuah kehidupan yang sempurna. Kesempurnaan sering dikaitkan dengan keberhasilan dan kejayaan. Tetapi sukar untuk dipastikan, apalagi dimengerti sejauhmana kepuasan yang diperolehi jika kita berhasil menikmatinya.


          Menikmati kehidupan yang sempurna akan berbeza taksirannya mengikut keinginan dan kemahuan. Kemahuan kita sebagai insan yang bernama manusia tidak akan ada batas sempadannya. Setiap orang menginginkan kejayaan dan kebahagiaan, tetapi bagaimana cara dan apakah situasi sebenarnya yang membahagiakan seseorang itu hanya dia sendiri yang lebih mengetahuinya. Apa yang pasti, semua kita menginginkan kejayaan, kecemerlangan, kekayaan, kecantikan dan sanjungan. Seseorang akan dianggap ‘success’ dalam hidupnya, apabila dia sering disanjung dan diagung-agungkan oleh semua. Mungkin situasi inilah yang dikatakan memiliki kejayaan dan kesempurnaan hidup. Tapi erti dan hakikat sebenarnya masih samar dan menjadi tanda tanya. Apa yang pasti mungkin pepatah Melayu ini mungkin punya jawapannya…. “Hanya Jauhari yang mengenal manikam”

          ”Merekalah  seumpama jauhari yang mengenal manikam:”. Hanya tukang batu permata yang dapat membezakan yang mana intan dan yang mana kaca. Hanya tukang emas yang dapat menilai emas manakah yang asli dan palsu,ia berbeza walaupun kilaunya mungkin tampak serupa. Hanya para solihin dan para muttaqinlah yang lebih mendamba kenikmatan kehidupan akhirat, berbanding nikmat dunia yang terlalu sedikit itu. Fahamilah wahai diri……….


Maka begitulah perumpamaan mereka yang merasakan alam dunia ini hanyalah tempat bermusafir sebentar cuma. Dunia ini hanyalah check point persinggahan. Mereka tak ingin berlama-lama kerana di dunia ini bukannya tempat berehat, bersenang-senang dan tempat tidur yang sebenarnya. Mereka rindu kepada ‘mahligai’ yang kekal di negeri abadi sana dan terlalu ingin untuk melihat segala bentuk ‘perhiasan’ dan kenikmatan di mahligai tersebut dari pahala solat, pahala puasa, pahala qiyamulail, pahala sedekah, pahala zakat, pahala jihad, pahala zikir, pahala selawat, pahala membaca al-quran, pahala cinta (pada yang haq), pahala sabar dan sebagainya. Bagaimana ya rupanya? Mereka terlalu rindu kepada negeri akhirat dan tergiur dengan kenikmatan syurga. Syurga yang mana kenikmatannya tidak pernah dilihat oleh mata. tidak pernah didengar oleh telinga dan tidak pernah terlintas di hati.

Apakah kesempurnaan yang harus kita pilih?

Bagaimana wahai diri? Bagaimana dengan kita?

Fahamilah hanya jauhari yang mengenal manikam.


Samsul Kamil Osman
Teratak Shamida

9 Ramadhan 1433/29 Julai 2012




Wednesday, 25 July 2012

Coretan Mahasiswa Universitas Indonesia



Pucuk pauh delima batu
Anak Sembilang di tapak tangan
Walaupun jauh beribu batu
Dekat di hati dilupa jangan

Buah Perada dari Jawa
Berserta lada milik baginda
Duhai kanda belahan jiwa
Tanpa kanda tersiksalah jiwa

Ikat benang di pucuk Pauh
Pucuk Pauh di dalam dulang
Rindu mengenang orang jauh
Orang jauh bila kan pulang

Pucuk Mengkudu dipetik perindu
Sambil menyusun perhati rerama
Kekanda rindu dindapun rindu
Rindu berpantun bersama-sama

            Mendengarkan bait-bait pantun di atas,  seolah-olah menggamit kembali memori dan kenangan indah ketika berada di perantauan suatu ketika dahulu. Kenangan terindah yang tidak mungkin dapat terluput dari ingatan walau telah sekian lama masa berlalu. Masa berjalan dan terus berlalu tidak akan pernah berhasil memadamkan walau sedetik apa yang pernah dirakam sebagai sejarah manis menelusuri jalan menimba ilmu dan pengalaman di perantauan.

            Sejak kebelakangan ini sering timbul perselisihan dan kesalahfahaman mengenai beberapa isu yang mula menggugat dan mengeruhkan suasana harmoni hubungan di antara ‘dua bangsa serumpun’ Malaysia dan Indonesia. Sering kali apabila timbul perselisihan dan pergolakan yang mengeruhkan suasana hubungan harmoni kedua bangsa ini, maka di dada akhbar dan media eletronik akan tersebar berita yang tidak hanya akan dapat memulihkan keadaan, tetapi sebaliknya lebih banyak mengeruhkan lagi keadaan. Suasana tegang semakin memuncak apabila media dari kedua-dua pihak saling menuding jari antara satu sama lain, mencari punca kesalahan dan tidak ada usaha untuk mencari kebenaran yang sebanar dan sewajarnya.

            Rasa terpanggil untuk menulis bukan berniat untuk mengeruhkan lagi keadaan, tetapi sangat merasa dirugikan apabila melihat dua bangsa serumpun ini sering dicemari oleh pergolakan yang sering menguris hati kedua-dua pihak.

            Saya mungkin salah seorang yang sangat beruntung kerana pernah diberi kesempatan untuk menimba ilmu, malah dalam masa yang cukup panjang menimba pengalaman belajar di Republik Indonesia. Satu penghargaan yang besar apabila berjaya menempatkan diri di salah sebuah Universiti tersohor di negera Seberang. Universitas Indonesia, satu nama yang cukup besar dan sangat senonim dengan dunia pendidikan di Indonesia. Tambah manis lagi apabila berpeluang mendalami bidang sejarah Indonesia, bidang yang sebenarnya sangat besar cabarannya buat saya sebagai seorang yang bukan berasal dari warganegara  Republik Indonesia. Tetapi melalui pengalaman tersebut, banyak sekali ilmu dan pengalaman yang bermaanfaat yang dapat ditimba, dikumpul dan difahami sebagai asas memahami perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Dalam masa yang sama, melalui pengalaman menimba ilmu mempelajari sejarah bangsa Indonesia ini membuatkan saya sebagai mahasiswa asing yang berkesempatan menuntut ilmu di Indonesia boleh melihat lebih objektif bagaimana sebenarnya perjalanan sejarah bangsa Indonesia dan pertaliannya dengan sejarah bangsa Malaysia.

            Melalui pengalaman menimba ilmu bermula dari rentetan Sejarah Zaman Kuno (Pra Sejarah) sehinggalah ke sejarah Zaman Pasca Merdeka, tentu sekali bukan sedikit untuk dimengerti dan difahami. Proses pembelajaran yang memakan masa hampir lebih lima tahun untuk menamatkan pengajian Sarjana Sejarah bukan cukup mudah dan memerlukan daya uasaha dan tingkat kesabaran yang cukup tinggi. Tapi bukan itu yang menjadi persoalan untuk diungkapkan di sini. Perkara pokok yang menjadi topik pembicaraan di sini ialah sejauhmanakah pengetahuan sejarah dapat memperbetulkan persepsi dan penilaian kita terhadap bangsa. Apalagi bila kita digembar-gemburkan sebagai suatu bangsa yang serumpun. Sejauhmana kebenaran pernyataan tersebut? Atau ianya hanya sebagai satu retorika yang menjadi ‘pemanis kata’ untuk menunjukkan keakraban, tetapi sebenarnya masih ada perasaan yang tersimpul di sebalik ungkapan kata tersebut.

            Apa sekalipun yang berlaku dan telah berlaku, kita tidak dapat menolak fakta sejarah yang menunjukkan kedua bangsa serumpun ini mempunyai hubungan yang sangat erat sejak dari dahulu kala lagi. Bila kita mengungkap kembali catatan sejarah silam, menelusuri zaman-zaman keagungan Kerajaan Melayu Nusantara, maka tidak akan menolak kemungkinan pertalian sejarah kedua bangsa serunpun ini akan ditemukan. Malah sebenarnya, pertalian ini bukan sekadar hubungan biasa-biasa, tetapi tercatat adanya pertalian darah dan persaudaraan yang cukup rapat. Saya tidak bermaksud untuk menyingkap kembali sejarah hubungan itu secara ilmiah di sini, mungkin ada di kalangan ilmuan dan sejarawan dari kedua-dua bangsa serumpun ini yang lebih arif untuk membicarakannya nanti. Tapi cukup saya katakan, pertalian sejarah masa lalu kedua-dua bangsa ini harus ditelusuri sehalus-halusnya supaya kita akan dapat memahami dan menghargai kembali persaudaraan dan ikatan kekeluargaan di antara kita.

            Sebelum mengundur diri untuk sementara waktu, izinkan saya mengucapkan terima kasih kepada guru-guru dan teman-teman yang telah membantu untuk saya mengenal erti sebenar pengertian sejarah yang sebenarnya. Kepada guru-guru dan teman-teman di FSUI (sekarang dikenali sebagai Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia), terima kasih kerana memberi kesempatan untuk saya memahami sejarah bangsa Indonesia. Sebenarnya tidak ada banyak bedanya, kita hanya di batasi dan dipisahkan oleh dua bangsa penjajah yang berbeda yang sebenarnya telah sukses melaksanakan politik ‘pecah perintah’ mereka. Sejarah sebenarnya adalah ubat yang paling berkesan untuk memulihkan kembali penyakit yang sedang merebak dan menjadi ‘virus’ yang boleh merosakkan hubungan dan persaudaraan di antara dua bangsa serumpun ini. Oleh itu sebagai Sarjana yang terdidik, marilah kita sama-sama membantu menjanakan kembali pengetahuan dan pengertian supaya generasi masa hadapan kita akan dididik dengan sejarah yang betul dan bermanfaat.

Samsul Kamil Osman
Sarjana Sejarah
Universitas Indonesia
Angkatan ‘89
 27 July 2012
           

Friday, 9 September 2011

Catatan Perjalanan Mahasiswa UI


"Kejayaan Tercipta”


Pagi ini kicauan burung kedengarannya sangat merdu sekali. Lebih merdu dari hari-hari biasa sebelumnya. Nyanyian unggas juga kedengaran beralun dengan irama yang tersendiri, sama merdunya dan iramanya seperti seiring dengan alunan lagu siulan sang burung yang sedang berterbangan menghibur hati. Pohon-pohon juga ikut bergoyang ke kanan dan ke kiri, seolah-olah menari mengikut irama lagu yang sangat tersusun rapi. Angin pula bertiup lembut menyegarkan lagi suasana pagi menjadi sangat indah sekali untuk dinikmati. Inilah sebenarnya nikmat yang diturunkan oleh Ilahi, sesiapa saja akan bahagia bila dapat merasakan anugerah ini. Pantas saja setiap pagi sebelum terbitnya mentari, kita dituntut untuk sujud mengakui kebesaran Illahi…..kita dituntut menadah tangan memohon dan mensyukuri segala nikmat yang telah diberi…., kita sujud memohon keberkatan dan petunjuk dari Ilahi, semoga saja hari yang bakal kita lalui akan dipermudahkan dan mendapat anugerah yang tidak terperi.

Di atas kebesaran Ilahi dan anugerahNya yang tidak ternilai sekali, hari-hari yang aku lalui sangat jelas dan pasti. Aku sepertinya telah mendapat satu kekuatan dan semangat yang tidak pernah sebelumnya aku rasai. Langkah-langkahku kini menjadi sangat pasti dan penuh berani. Aku punya keyakinan diri yang sangat luar biasa sekali. Semua yang aku lakukan semuanya menjadi dan tak pernah ada rasa sangsi lagi. Masa depan sepertinya sudah nampak dengan jelas sekali. Aku tidak lagi punya perasaan tercari-cari, kerana semuanya sudah jelas dan menjadi sangat pasti. Kejayaan yang ingin aku raih juga sudah hampir berada di penghujung hari, hanya menungggu saat dan ketikanya saja lagi. Hari-hari yang aku lalui di kampus kini hanya untuk melengkapkan diri sebelum melangkah kembali. Melangkah pulang kepangkuan keluarga dan ibu pertiwi. Membawa pulang kejayaan seperti yang telah aku janji, agar tertunai segala harapan yang telah diberi. Segala amanah akhirnya dapat aku lunasi.

Setelah berhempas pulas, bertungkus lumus mengharungi pelbagai cabaran dan dugaaan mengejar impian untuk meraih kejayaan di perantauan, akhirnya aku berhasil sampai ke hujung perhentian. Hanya ada beberapa langkah saja lagi yang perlu aku lengkapkan untuk sampai ke penghujung jalan dan seterusanya berada di titik penamat. Setelah itu segala harapan dan impian untuk meraih kejayaan yang diidam-idamkan sejak dari hari pertama mendapat tawaran melanjutkan pelajaran dan kemudian membawa kepada hampir lima tahun berada di kampus Universitas Indonesia ini sepertinya akan menjadi kenyataan. Lima tahun bukan satu jangkamasa yang singkat, tapi kalau diukur dengan ilmu yang aku dapat sepertinya tak terasa masa yang bergerak pantas seperti kilat. Itu sudah menjadi lumrah dalam mencari ilmu agaknya, setiap masa yang berjalan bagaikan angin yang bertiup lalu, datang dan pergi silih berganti, hujan dan panas setia mendampingkan diri, siang dan malam datang dan pergi….., angin tetap bertiup tak akan pernah berhenti…..,kita tak akan tahu kapan akan berakhirnya nanti. Hanya Allah yang tahu dan mengerti dengan pasti.

Pada tanggal 5 Mei 1994, tepatnya lagi pada jam 9.00 pagi waktu Indonesia Bahagian Barat, adalah perjuangan terakhir aku untuk berada di garisan penamat dan seterusnya manamatkan pengajianku di Jurusan Sejarah, Fakultas Sastra, Universitas Indonesia. Hari ini aku akan diuji untuk mempertahankan kajian skripsiku. Tapi yang lebih tepatnya, Ujian Skripsi di Jurusan Sejarah lebih menekankan bagaimana mahasiswanya dapat mempergunakan segala ilmu dan metedologi yang telah dipelajari dan kemudian diadaptasikan dalam kajian dengan melakukan penelitian secara kepustakaan dan lapangan. Hasil daripada kajian dan penelitian kemudiannya diterjemahkan dalam penulisan secara deskriptif dan analitis untuk dipersembahkan sebagai bukti untuk layak dinilai dan selanjutnya diberikan pertimbangan selayaknya untuk mendapat anugerah Sarjana Sejarah.

Dalam Ujian Skripsi, setiap calon sarjana akan membentang dan mempertahan hasil kajian mereka di hadapan lima orang panel penguji yang terdiri dari dua wakil Dekan Fakultas dan tiga orang dosen penguji yang dilantik oleh Jurusan Sejarah. Beberapa hari sebelum menempuhi Ujian Skripsi tersebut, aku telah dimaklumkan lebih awal nama-nama barisan panel yang bakal menguji aku nanti. Melihat senarai penguji itu sudah cukup membuatkan aku menjadi kecut, takut dan rasa gementar sekali. Apa tidaknya, nama-nama besar dan dosen-dosen tersohor di FSUI ku lihat tersenarai dan bakal siap untuk mengujiku nanti. Wakil dari Dekan Fakultas, Prof. Dr Sapardi Djoko Damono, yang ketika itu berjawatan Pembantu Dekan 1, kemudian dari Jurusan Sejarah sendiri diisi oleh dosen senior Prof Dr R.Z. Lariesa (almh), Mas Susanto Zuhdi M.A(Prof. Dr Susanto Zuhdi) dan Ibu Nana Marliana selaku ketua Jurusan Sejarah ketika itu. Ini sebenarnya sesuatu yang mengejutkan aku dan juga teman-teman lain. Kata mereka, mungkin saja kerana aku mahasiswa dari luar negara, maka pengujikan juga harus dari kalangan mereka yang sangat berwibawa. Tapi apapun alasan dan situasinya ketika itu, aku cuba untuk menghilangkan rasa takut dan gementar. Aku harus siap dan bersedia menempuhi apa saja yang bakal terjelma, kerana sebenarnya aku sudah berada di hujung sebuah perjalanan. Aku sudah berada di garisan penamat dan sebenarnya juga hanya memerlukan beberapa saat dan ketika saja untuk menyelesaikannya. Aku harus berani, cekal dan yakin dengan segala usaha dan tugasan yang telah aku selesaikan. Aku akan mempertahankan segala kajianku dangan yakin dan penuh pasti supaya hasilnya nanti aku akan mendapat kejayaan yang cemerlang dan membanggakan.

Hari yang ditunggu akhirnya tiba juga. Hari ini aku akan melalui titik penamat dalam pengajianku. Hari ini merupakan hari penentuan, hari yang akan memberi satu penilaian terhadap keupayaanku untuk dinilai sama ada layak atau tidak diangkat sebagai Sarjana Sejarah lulusan Universitas Indonesia. Sebaik saja aku sampai di luar ruangan ujian, terlihat kelibat teman-temanku yang datang untuk memberi sokongan dan dorongan semangat. Aku menjadi sangat bangga dan bahagia sekali, kerana sepertinya teman-teman sangat setia memberi bantuan, sokongan dan dorongan semangat sejak dari awal aku mendaftar diri sebagai mahasiswa sehinggalah hari terakhir aku akan dianugerahkan sebagai sarjana di UI. Fina, Edo, Jainal Abidin, Adi, Ipong, Nita, Evi, Rudi (almh), Bart Lapian, Mohd Zain, Ifyani, Iskandar dan Syed (teman anak Malaysia dari FISIP), terima kasih kerana hadir memberi semangat untukku. Nilai setia kawan dan ikatan persahabatan antara kita sangat tidak ternilai dan akan ku kenang selama-lamanya.

Foto Bersama teman-teman yang datang memberi dukungan

Tepat jam 9.00 pagi, sekretaris ujian memangil namaku untuk masuk ke ruangan di mana ujian skripsiku akan dijalankan. Sebelum masuk ke ruangan, teman-teman menberikan ucapan selamat dan kata-kata semangat. Sebaik saja masuk ke rungan ujian, aku lihat panel penguji sudah siap meneliti dan menyemak setiap lembar-lembar buku skripsiku yang telah aku serahkan sebelum ujian. Aku kemudian disuruh duduk dan memperkenal diri dan menceritakan latar belakang kajian. Dengan suara yang bersemangat dan penuh dengan keyakinan diri aku menyampaikan pengantar seperti layaknya seorang pemidato mengupas hujahan. Terlihat ada tanda-tanda rasa puas terpancar dari wajah ahli panel yang mendengarkan aku memberi kupasan. Pertanyaan demi pertanyaan aku jawab dengan jelas, tegas dan rasa yakin diri yang tinggi. Aku sepertinya menjadi sangat berani, dan menguasai segala isi kajian yang dibentangkan hari ini. Entah mengapa aku sepertinya sungguh yakin setiap hujah-hujah yang ku sampaikan dapat memberi kepuasan kepada penal yang menguji. Ruangan ujian nampak seperti dingin sekali dengan penghawa dingin yang terpasang sedia, tidak memberi sebarang impak padaku. Aku rasa berkeringat walupun berada dalam ruangan yang dingin.

Kemudian kedengaran suara mengarahkan aku untuk berhenti berbicara. “ Baik, bagus sekali pembentangan kamu, saya bangga dan atas nama fakultas Satra UI, saya mengucapkan syabas,” Prof. Dr Sapardi Djoko Damono selaku ketua panel memberhentikan hujah dan sekaligus memujiku. Mendengarkan pujian itu sudah cukup membuatkan aku merasa sangat puas dan berbangga. Puas kerana aku berhasil melakukan yang terbaik untuk ujian terakhirku di sini. Bangga kerana aku mendapat pujian dari seorang tokoh ilmuan yang sangat tersohor dan sangat aku kagumi selama ini.

Aku kemudiannya diminta menunggu di luar rungan sebelum penal membuat penilaian dan memberi markah penuh ujianku hari ini. Sebaik saja aku keluar dari ruangan, teman-teman bersorak meraikan keberhasilanku dalam menyampaikan pembentangan. Beberapa ketika aku ditenangkan oleh teman-teman, dan cuba memberi keyakinan yang aku bakal lulus dengan baik nanti.

Beberapa ketika kemudian itu, sekali lagi sekretaris ujian memangil aku masuk untuk menerima keputusan nilai ujian. Aku dengan cepat bangun dan terus melangkah masuk ke dalam ruangan dan kemudian duduk kembali di bangku yang disediakan.

“ Saudara Samsul Kamil Osman, dengan ini panel Ujian Skripsi Fakultas Sastra Universitas Indonesia, pada tanggal 5 Maret 1994 dengan sepakat dan penuh dengan keyakinan kami selaku penguji ujian hari ini memberikan pradiket tertinggi dengan nilai ‘A’ kepada hasil pengujian kami ke atas pelaporan skripsi anda yang dibentangkan pagi ini. Saya selaku wakil pimpinan Fakultas Satra Universitas Indonesia, memperkenankan saudara Samsul Kamil Osman layak untuk diangkat menyandang gelaran Sarjana Sejarah Universitas Indonesia,” ucapan pembacaan keputusan ujian yang dibacakan oleh Prof. Dr Sapardi Djoko Damono.

Mendengarkan hasil keputusan itu, tiba-tiba airmata bahagia mengalir keluar melalui alur kelopak mataku. Aku menjadi tambah terharu apabila didakap oleh Prof Dr. R.Z Lariesa dan kemudian oleh Mas Susanto yang juga kemudiannya menyampaikan rasa bangga mereka atas kejayaan telah yang aku capai. Kemudian Ibu Nana mendekatiku dan mengucapkan tahniah atas keberhasilanku menamatkan kuliah dengan jayanya di FSUI. Tambah manis lagi apabila skripsiku telah mencapai kelulusan dengan pradiket tertinggi dan dipilih antara yang terbaik pernah dihasilkan oleh mahasiswa Jurusan Sejarah. Mendengarkan pujian itu aku menjadi sangat berbesar hati dan bangga kerana dapat memberi yang terbaik untuk aku persembahankan kepada semua orang yang telah berjasa kepadaku selama ini. Ini juga sebenarnya satu anugerah yang tidak ternilai besarnya yang telah Allah s.w.t kurniakan dan aku sangat-sangat bersyukur atas nikmat yang telah diberi.

Hari itu sepertinya aku telah mencatatkan sejarah manis dalam diari perjalanan hidupku sebagai mahasiswa UI. Aku telah memahkotakan segala janji-janjiku untuk menggapai impian menjadi antara mahasiswa yang terbaik di FSUI. Sepertinya juga aku telah dapat menunaikan janji-janjiku untuk membawa pulang segulung ijazah yang sangat bermakna sebagai hadiah buat kedua ibubapaku yang selama ini sangat-sangat ingin melihat anak mereka berjaya di Menara Gading. Aku juga sepertinya sudah dapat menebus kembali janjiku untuk menghadiahkan sesuatu yang sangat istimewa buat anaku Mohd Alieff Shamida yang lahir tanpa disambut oleh seorang ayah seperti anak-anak kecil yang lain. Tentu sekali yang paling bangga dengan kejayaanku ini adalah isteriku yang tercinta, Nurul Azida Zaini, insan yang banyak berkorban dan terpaksa melalui liku-liku yang sukar kerana terpaksa berpisah jauh demi untuk mengejar impian mengejar kejayaan demi masa depan yang gemilang dan terjamin.

Kepada semua insan-insan yang telah berjasa membantu, membimbing, mendoakan dan memberi sokongan dalam bentuk apa saja sehingga kejayaan dapat aku julang, jasa kalian tidak mampu aku lunaskan. Hanya doa dapat aku panjatkan semoga kalian semua akan mendapat keberkatan dan mendapat anugerah dari Allah s.w.t., di atas segala kebaikkan yang telah kalian berikan. Berikut terimalah serangkap pantun untuk mengabdikan kenangan jasa yang telah kalian tunaikan:

Pohon sirih pohon selasih

Tumbuh merimbun di hujung laman

Kalungan budi junjungan kasih

Menjadi kenangan sepanjang zaman

Samsul Kamil Osman

Teratak Shamida, 9 September 2011

Thursday, 8 September 2011

Catatan Perjalanan Mahasiswa UI

“Permata Hati”

Sinar mentari pagi memancarkan cahayanya lagi menerangi siang dan seolah-olah akan ada khabar gembira untuk dikongsikan bersama hari ini. Kembang dan bunga-bunga di taman seperti juga hari semalam terlihat bersorak gembira dan menguntum senyuman bila mentari hadir menghadiahkan sinar cahaya. Nyanyian unggas dan kicauan burung yang nyaring lagi lemak merdu menjadi santapan halua telinga yang sangat indah untuk dihayati apalagi untuk dinikmati menjadi penawar setiap hati yang lara. Mendengarkan irama lagu siulan sang burung dan sang unggas…, menatap lambaian pohon-pohon yang subur menghijau di hutan dan terhidunya haruman wangian bunga-bunga yang mekar di taman, hati mula berdetik akan ada khabar gembira menjadi tawanan.

Sangkaan dan dugaanku ternyata menjadi kenyataan. Sebelum berangkat ke kampus tadi aku teringat akan pesanan yang Ida titipkan melalui surat kirimannya yang aku terima semalam. Pesanan itu aku semat jadikan ingatan dalam benak akal dan fikiran. Antara bait-bait kata yang menjadi pesanan:

“Kekandaku sayang, minggu ini genaplah usia kandungan adik sembilan bulan. Banyak-banyakkanlah berdoa semoga anak kita yang bakal lahir ini akan selamat dan adik juga tak akan menghadapi banyak dugaan dan rintangan. Walaupun tanpa kekanda, adik tidak akan merasa berduka, adik tahu doa kekanda akan selalu bersama adik di saat suka dan duka. Adik redho akan segala ketentuan Ilahi, adik bahagia kerana anak ini anugerah yang akan menjadi penyeri hidup kita nanti. Doakan keselamatan untuk adik dan anak kita ini…..InsyaAllah semuanya akan baik-baik seadanya nanti, tunggu saja khabar baik dari kami di sini….”

Hatiku terdetik seketika…., lalu teringatkan isteriku yang tercinta. Mungkin saja hari ini, atau juga bisa saja semalam anak kami telah selamat dilahirkan oleh isteriku ke dunia. Aku melangkah laju menuju Wartel (warung telefon) ke Gedung Rektorat UI untuk membuat panggilan terus ke Liverpool. Paling tidak tentu ada khabar dari teman-teman isteriku tentang perkembangan terkini di sana. Dalam hati tetap saja berdebar-debar, maklum saja aku sudah semakin hampir untuk menjadi seorang ayah. Aku sudah bakal menjadi seorang bapa dan bakal menimang cahayamata walaupun sebenarnya semua itu hadir seperti dalam mimpi walupun aku berada di alam nyata. Mana tidaknya, aku terpisah dengan isteriku ketika usia kandungan anak kami baru mencecah 2 minggu. Aku tidak pernah merasakan keperitan dan melihat dengan mata kasar perubahan fizikal pada diri isteriku ketika membuyung perut membawa kandungan anak kami. Semua itu hanya aku lihat dan tatap dari jauh, dari lakaran cerita tulisan isteriku melalui surat-surat yang dikirimkan tanpa suara…., melalui gambar-gambar terlihat kaku tanpa aku bisa merasakan sentuhan dan rasa, hanya dikepilkan dalam setiap surat yang dikirimkan untuk ditatap dan dibaca sahaja.

Sampai saja di Wartel Rektorat UI, aku langsung membuat panggilan ke Liverpool. Harapanku akan ada khabar gembira bakal aku dengar hari ini. Panggilanku dijawab oleh suara yang aku pasti bukan isteriku. Hatiku semakin berdebar, tentu saja ada khabar baru bakal ku dengar nanti.

“Assalamualaikum, boleh bercakap dengan Nurul, I suami dia dari Jakarta,” Ucapan pertama yang keluar dari mulutku sebaik saja telefon dianggat untuk dijawab.

“Waalaikumsalam, Sham ye, saya Rubi kawan Nurul. Nurul tak ada di rumah, semalam dia masuk hospital, Rubi sorang je kat rumah sekarang, kawan-kawan yang lain semua kat hospital temankan Nurul,” Suara Rubiah teman serumah Ida membuatkan aku semakin berdebar-debar menunggu khabar tentang isteri dan anakku.

“Sham, tahniah….you all dapat baby lelaki comel sangat. Nurul selamat bersalin subuh tadi 2.00 pagi, bersalin normal, berat baby 4.1 kg. Sekarang ni masih kat hospital lagi, tapi baby dan mamanya sihat-sihat je,” kedengaran nada suara penuh gembira Rubi menyampaikan berita baik itu kepadaku.

“Alhamdulillah…., terima kasih Rubi, sampaikan juga ucapan terima kasih Sham buat kawan-kawan yang lain, semoga Allah s.w.t sahaja yang dapat membalas jasa kalian menjaga Nurul sejak dari mula di mengandung sampailah dia selamat melahirkan anak kami….sampaikan juga salam sayang Sham buat Nurul dan anak kami ye,” Aku menitipkan pesan untuk disampaikan pada teman-teman dan juga isteriku yang tercinta pada Rubi.

Alieff beberapa minit selepas dilahirkan

Sesungguhnya aku rasakan tidak ada berita yang lebih baik dan lebih indah yang pernah aku terima selain dari khabar tentang kelahiran anak pertama kami. Aku seperti ingin saja menjerit supaya semua orang tahu, bahawa hari ini aku telah menjadi seorang ayah. Isteriku telah melahirkan seorang bayi lelaki, yang tentu sahaja kehadirannya akan lebih mengukuhkan ikatan cinta dan kasih sayang di antara kami nanti. Sesungguhnya tiada hari yang lebih indah kalau nak dibandingkan dengan hari yang aku lalui sekarang. Dunia ini terasa sangat terang dan penuh bermakna. Aku merasakan seperti telah menjadi seorang insan yang sangat sempurna. Kalau dulu aku bahagia kerana ada isteri menjadi inspirasi dan pendorong mengejar cita-cita. Hari ini lebih lengkap lagi, kerana aku telah dikurniakan seorang putera yang bakal menjadi permata hati dan penyeri dalam hidup kami suami isteri apabila pulang setelah tamat kuliah nanti.

Ketika pulang aku berlari untuk cepat sampai ke kost. Aku ingin cepat berkongsi berita gembira ini dangan Pak Niin, Ibu Aminah dan juga teman-teman kostku yang lain. Aku mahu mereka tahu, hari ini aku telah menjadi seorang ayah. Aku telah mendapat seorang putera, yang bakal mewarisi keturunanku….Aku adalah seorang insan yang paling beruntung kerana dianugerahkan permata yang paling berharga dalam hidup.

Sampai saja di kost penginapan, aku terus menjerit lalu memanggil-manggil nama ibu dan bapak. Anak-anak kost dan tetangga di sekitar kawasan kost kami kebingunggan melihat reaksiku yang dianggap aneh dan luar dari kebiasaan.

“Ada apa aja nak Sam, kok kelihatanya gembira amat yah?” Tegur Pak Maman tetangga Pak Niin yang kebetulan lewat di depan kost kami.

“Pak Maman, hari ini saya dapat anugerah besar, isteri saya di Inggeris selamat melahirkan anak pertama kami,” Aku menjawab merungkaikan persoalan yang ada di fikiran Pak Maman.

“Aduh!! Udah jadi ayah kamu sekarang nak Sam, selamat ya…..bapak juga ikut bahagia ni,” Pak Maman mengukirkan senyum tanda turut gembira mendengar berita gembira dari aku.

Suasana di kawasan rumah Pak Niin mula menjadi riuh dan ramai dengan kehadiran tetangga dan juga teman-teman kost yang berkumpul untuk menyampaikan ucapan tahniah atas kelahiran anak pertama kami. Suasana seperti anak kami itu sedang berada di kawasan sekitar rumah Pak Niin saja, sedangkan pada hakikatnya aku sendiri tidak bisa melihat bagaimana rupa anakku yang baru lahir itu. Tapi aku tidak dapat menutup hakikat rasa gembira dan bersyukur yang teramat sangat dengan kelahiran anak kami itu, walaupun aku hanya mengetahuinya lewat telefon dan pesanan dari kawan Ida sebentar tadi.

“Sam, malam ini bapak sama ibu rencana mengadakan majlis kesyukuran menyambut kelahiran anakmu ya. Kita kumpulkan teman-teman elo dan tetangga sekitar sekalian kita adakan majlis tahlil dan bacaan doa kesyukuran. Biayanya biar ibu sama bapak aja…, anak Sam juga cucu kali lho,” Ibu Aminah mencadangkan untuk dibuat majlis kesyukuran untuk menyambut berita kelahiran anak kami.

“Terima kasih Ibu, saya ikut apa yang terbaik saja dari Ibu dan Bapak…., terima kasih sekali lagi Ibu,” aku menyampaikan penghargaan dan rasa terharu dengan cadangan Ibu Aminah itu.

Alieff ketika berusia 1 hari

Sesungguhnya tidak ada satu anugerah yang paling besar, tidak ada hadiah yang paling bernilai, tidak ada kegembiraan yang paling bermakna, tidak ada kata-kata pujian yang paling indah untuk diucapkan selain mengucapkan puji dan syukur kepada Allah s.w.t di atas segala limpah dan kurnianya kepada kami. Anak adalah angerah yang paling besar dan paling bermakna yang diamanahkan oleh Allah s.w.t kepada aku dan Ida saat pertama kami menerima kehadiran putera tercinta. Walaupun aku tidak dapat menatap wajah anak kami saat dia dihadirkan di muka bumi ini, tapi aku telah berikrar tidak akan sekali-kali mensia-siakan amanah yang dititipkan oleh Allah kepada kami. Aku berjanji, akan menghadiahkan sesuatu yang sangat bermakna untuk anak ini nanti. Aku dan Ida akan menebus segala kekurangan yang terpaksa dilalui oleh anak ini sepanjang sembilan bulan berada di dalam kandungan ibunya. InsyaAllah, anak ini akan kami didik sebaik-baiknya nanti, kerana kehadirannya di dunia ini memberikan seribu satu kenangan yang tak mudah sebenarnya untuk dilalui dan dihadapi tanpa ada kecekalan dan keberanian terutama buat ibunya yang sangat tak ternilai jasa dan bakti yang telah diberi. Pengorbanan yang sangat tak ternilai dan tak bakal dapat digambarkan kembali apalagi kalau mahu dihitung dengan masa, keringat, wang ringgit apalagi airmata yang mengalir tak pernah terhitung banyaknya.

Putera pertama ini kami namakan Mohd Alieff Shamida, nama yang memang telah lama kami siapkan sebagai persediaan untuk menerima anugerah yang bakal dititipkan oleh Ilahi kepada kami. Sesungguhnya memang kehadiran Mohd Alieff Shamida adalah anugerah teristimewa yang telah membawa titik perubahan dalam hidup kami. Mohd Alieff bermaksud Hamba Allah yang Akhrab iaitu memberi maksud lahirnya Alieff diharapkan akan lebih mendekatkan dan merapatkan rasa kasih dan sayang di antara kami suami isteri. Alieff adalah menjadi tali ikatan yang tidak bakal memisahkan kasih di antara kami suami isteri. Shamida pula adalah gabungan nama kami berdua Sham dan Ida, diletakkan dihujung nama setiap anak kami sebagai tanda ikatan kasih yang tidak berbelah bagi dan menjadi tali penyambung kasih sayang di antara kami sekeluarga.

Kehadiran Mohd Alieff Shamida menjadi sinar yang membawa cahaya kebahagian yang menerangi hari-hari yang bakal kami lalui selepas ini. Mohd Alieff Shamida menjadi pengikat kasih sayang yang juga menjadi pendorong terbesar dalam perjalanan kami menempa kejayaan mengharungi masa depan dengan cekal dan berani. Alieff Shamida anugerah yang tak ternilai yang hadir di saat-saat kami getir mengharungi masa depan yang belum begitu pasti, tapi kami lebih yakin bila dia hadir bersama disisi. InsyaAllah setiap anak yang dianugerahkan ada rezekinya sendiri. Anak ini bakal hadir dengan membawa sinar yang bakal mengubah masa depan dan hidup kami di suatu hari nanti.

Mohd Alieff Shamida kau permata hati pertama kami.

Kau menjadi sinar menerangi hidup ini

Kau membawa cahaya menceriakan keluarga ini

Kau menjadi penawar menghapuskan segala duka dan lara kami.


Samsul Kamil Osman ,

Teratak Shamida,

8 Ogos 2011