Laman Shamida Bestari
Hidup ini satu persinggahan. Persinggahan yang penuh dengan onak dan duri, duka dan gembira, lara dan cinta, derita dan bahagia...tetapi di dalam persinggahan walaupun seketika tersimpan berbagai khazanah rahsia dan cerita.....yang pasti akhirnya semuanya hanya tinggal tak terbawa....menjadi memori menggamit rasa kenangan abadi....
Monday, 6 August 2012
Catatanku Part 2 : Pengertian Sejarah
Wednesday, 1 August 2012
Catatan Perjalananku - Part 1
Saturday, 28 July 2012
Catatanku....“Hanya Jauhari yang mengenal manikam”
Wednesday, 25 July 2012
Coretan Mahasiswa Universitas Indonesia
Friday, 9 September 2011
Catatan Perjalanan Mahasiswa UI
Di atas kebesaran Ilahi dan anugerahNya yang tidak ternilai sekali, hari-hari yang aku lalui sangat jelas dan pasti. Aku sepertinya telah mendapat satu kekuatan dan semangat yang tidak pernah sebelumnya aku rasai. Langkah-langkahku kini menjadi sangat pasti dan penuh berani. Aku punya keyakinan diri yang sangat luar biasa sekali. Semua yang aku lakukan semuanya menjadi dan tak pernah ada rasa sangsi lagi. Masa depan sepertinya sudah nampak dengan jelas sekali. Aku tidak lagi punya perasaan tercari-cari, kerana semuanya sudah jelas dan menjadi sangat pasti. Kejayaan yang ingin aku raih juga sudah hampir berada di penghujung hari, hanya menungggu saat dan ketikanya saja lagi. Hari-hari yang aku lalui di kampus kini hanya untuk melengkapkan diri sebelum melangkah kembali. Melangkah pulang kepangkuan keluarga dan ibu pertiwi. Membawa pulang kejayaan seperti yang telah aku janji, agar tertunai segala harapan yang telah diberi. Segala amanah akhirnya dapat aku lunasi.
Setelah berhempas pulas, bertungkus lumus mengharungi pelbagai cabaran dan dugaaan mengejar impian untuk meraih kejayaan di perantauan, akhirnya aku berhasil sampai ke hujung perhentian. Hanya ada beberapa langkah saja lagi yang perlu aku lengkapkan untuk sampai ke penghujung jalan dan seterusanya berada di titik penamat. Setelah itu segala harapan dan impian untuk meraih kejayaan yang diidam-idamkan sejak dari hari pertama mendapat tawaran melanjutkan pelajaran dan kemudian membawa kepada hampir lima tahun berada di kampus Universitas Indonesia ini sepertinya akan menjadi kenyataan. Lima tahun bukan satu jangkamasa yang singkat, tapi kalau diukur dengan ilmu yang aku dapat sepertinya tak terasa masa yang bergerak pantas seperti kilat. Itu sudah menjadi lumrah dalam mencari ilmu agaknya, setiap masa yang berjalan bagaikan angin yang bertiup lalu, datang dan pergi silih berganti, hujan dan panas setia mendampingkan diri, siang dan malam datang dan pergi….., angin tetap bertiup tak akan pernah berhenti…..,kita tak akan tahu kapan akan berakhirnya nanti. Hanya Allah yang tahu dan mengerti dengan pasti.
Pada tanggal 5 Mei 1994, tepatnya lagi pada jam 9.00 pagi waktu Indonesia Bahagian Barat, adalah perjuangan terakhir aku untuk berada di garisan penamat dan seterusnya manamatkan pengajianku di Jurusan Sejarah, Fakultas Sastra, Universitas Indonesia. Hari ini aku akan diuji untuk mempertahankan kajian skripsiku. Tapi yang lebih tepatnya, Ujian Skripsi di Jurusan Sejarah lebih menekankan bagaimana mahasiswanya dapat mempergunakan segala ilmu dan metedologi yang telah dipelajari dan kemudian diadaptasikan dalam kajian dengan melakukan penelitian secara kepustakaan dan lapangan. Hasil daripada kajian dan penelitian kemudiannya diterjemahkan dalam penulisan secara deskriptif dan analitis untuk dipersembahkan sebagai bukti untuk layak dinilai dan selanjutnya diberikan pertimbangan selayaknya untuk mendapat anugerah Sarjana Sejarah.
Dalam Ujian Skripsi, setiap calon sarjana akan membentang dan mempertahan hasil kajian mereka di hadapan lima orang panel penguji yang terdiri dari dua wakil Dekan Fakultas dan tiga orang dosen penguji yang dilantik oleh Jurusan Sejarah. Beberapa hari sebelum menempuhi Ujian Skripsi tersebut, aku telah dimaklumkan lebih awal nama-nama barisan panel yang bakal menguji aku nanti. Melihat senarai penguji itu sudah cukup membuatkan aku menjadi kecut, takut dan rasa gementar sekali. Apa tidaknya, nama-nama besar dan dosen-dosen tersohor di FSUI ku lihat tersenarai dan bakal siap untuk mengujiku nanti. Wakil dari Dekan Fakultas, Prof. Dr Sapardi Djoko Damono, yang ketika itu berjawatan Pembantu Dekan 1, kemudian dari Jurusan Sejarah sendiri diisi oleh dosen senior Prof Dr R.Z. Lariesa (almh), Mas Susanto Zuhdi M.A(Prof. Dr Susanto Zuhdi) dan Ibu Nana Marliana selaku ketua Jurusan Sejarah ketika itu. Ini sebenarnya sesuatu yang mengejutkan aku dan juga teman-teman lain. Kata mereka, mungkin saja kerana aku mahasiswa dari luar negara, maka pengujikan juga harus dari kalangan mereka yang sangat berwibawa. Tapi apapun alasan dan situasinya ketika itu, aku cuba untuk menghilangkan rasa takut dan gementar. Aku harus siap dan bersedia menempuhi apa saja yang bakal terjelma, kerana sebenarnya aku sudah berada di hujung sebuah perjalanan. Aku sudah berada di garisan penamat dan sebenarnya juga hanya memerlukan beberapa saat dan ketika saja untuk menyelesaikannya. Aku harus berani, cekal dan yakin dengan segala usaha dan tugasan yang telah aku selesaikan. Aku akan mempertahankan segala kajianku dangan yakin dan penuh pasti supaya hasilnya nanti aku akan mendapat kejayaan yang cemerlang dan membanggakan.
Hari yang ditunggu akhirnya tiba juga. Hari ini aku akan melalui titik penamat dalam pengajianku. Hari ini merupakan hari penentuan, hari yang akan memberi satu penilaian terhadap keupayaanku untuk dinilai sama ada layak atau tidak diangkat sebagai Sarjana Sejarah lulusan Universitas Indonesia. Sebaik saja aku sampai di luar ruangan ujian, terlihat kelibat teman-temanku yang datang untuk memberi sokongan dan dorongan semangat. Aku menjadi sangat bangga dan bahagia sekali, kerana sepertinya teman-teman sangat setia memberi bantuan, sokongan dan dorongan semangat sejak dari awal aku mendaftar diri sebagai mahasiswa sehinggalah hari terakhir aku akan dianugerahkan sebagai sarjana di UI. Fina, Edo, Jainal Abidin, Adi, Ipong, Nita, Evi, Rudi (almh), Bart Lapian, Mohd Zain, Ifyani, Iskandar dan Syed (teman anak Malaysia dari FISIP), terima kasih kerana hadir memberi semangat untukku. Nilai setia kawan dan ikatan persahabatan antara kita sangat tidak ternilai dan akan ku kenang selama-lamanya.
Foto Bersama teman-teman yang datang memberi dukungan
Tepat jam 9.00 pagi, sekretaris ujian memangil namaku untuk masuk ke ruangan di mana ujian skripsiku akan dijalankan. Sebelum masuk ke ruangan, teman-teman menberikan ucapan selamat dan kata-kata semangat. Sebaik saja masuk ke rungan ujian, aku lihat panel penguji sudah siap meneliti dan menyemak setiap lembar-lembar buku skripsiku yang telah aku serahkan sebelum ujian. Aku kemudian disuruh duduk dan memperkenal diri dan menceritakan latar belakang kajian. Dengan suara yang bersemangat dan penuh dengan keyakinan diri aku menyampaikan pengantar seperti layaknya seorang pemidato mengupas hujahan. Terlihat ada tanda-tanda rasa puas terpancar dari wajah ahli panel yang mendengarkan aku memberi kupasan. Pertanyaan demi pertanyaan aku jawab dengan jelas, tegas dan rasa yakin diri yang tinggi. Aku sepertinya menjadi sangat berani, dan menguasai segala isi kajian yang dibentangkan hari ini. Entah mengapa aku sepertinya sungguh yakin setiap hujah-hujah yang ku sampaikan dapat memberi kepuasan kepada penal yang menguji. Ruangan ujian nampak seperti dingin sekali dengan penghawa dingin yang terpasang sedia, tidak memberi sebarang impak padaku. Aku rasa berkeringat walupun berada dalam ruangan yang dingin.
Kemudian kedengaran suara mengarahkan aku untuk berhenti berbicara. “ Baik, bagus sekali pembentangan kamu, saya bangga dan atas nama fakultas Satra UI, saya mengucapkan syabas,” Prof. Dr Sapardi Djoko Damono selaku ketua panel memberhentikan hujah dan sekaligus memujiku. Mendengarkan pujian itu sudah cukup membuatkan aku merasa sangat puas dan berbangga. Puas kerana aku berhasil melakukan yang terbaik untuk ujian terakhirku di sini. Bangga kerana aku mendapat pujian dari seorang tokoh ilmuan yang sangat tersohor dan sangat aku kagumi selama ini.
Aku kemudiannya diminta menunggu di luar rungan sebelum penal membuat penilaian dan memberi markah penuh ujianku hari ini. Sebaik saja aku keluar dari ruangan, teman-teman bersorak meraikan keberhasilanku dalam menyampaikan pembentangan. Beberapa ketika aku ditenangkan oleh teman-teman, dan cuba memberi keyakinan yang aku bakal lulus dengan baik nanti.
Beberapa ketika kemudian itu, sekali lagi sekretaris ujian memangil aku masuk untuk menerima keputusan nilai ujian. Aku dengan cepat bangun dan terus melangkah masuk ke dalam ruangan dan kemudian duduk kembali di bangku yang disediakan.
“ Saudara Samsul Kamil Osman, dengan ini panel Ujian Skripsi Fakultas Sastra Universitas Indonesia, pada tanggal 5 Maret 1994 dengan sepakat dan penuh dengan keyakinan kami selaku penguji ujian hari ini memberikan pradiket tertinggi dengan nilai ‘A’ kepada hasil pengujian kami ke atas pelaporan skripsi anda yang dibentangkan pagi ini. Saya selaku wakil pimpinan Fakultas Satra Universitas Indonesia, memperkenankan saudara Samsul Kamil Osman layak untuk diangkat menyandang gelaran Sarjana Sejarah Universitas Indonesia,” ucapan pembacaan keputusan ujian yang dibacakan oleh Prof. Dr Sapardi Djoko Damono.
Mendengarkan hasil keputusan itu, tiba-tiba airmata bahagia mengalir keluar melalui alur kelopak mataku. Aku menjadi tambah terharu apabila didakap oleh Prof Dr. R.Z Lariesa dan kemudian oleh Mas Susanto yang juga kemudiannya menyampaikan rasa bangga mereka atas kejayaan telah yang aku capai. Kemudian Ibu Nana mendekatiku dan mengucapkan tahniah atas keberhasilanku menamatkan kuliah dengan jayanya di FSUI. Tambah manis lagi apabila skripsiku telah mencapai kelulusan dengan pradiket tertinggi dan dipilih antara yang terbaik pernah dihasilkan oleh mahasiswa Jurusan Sejarah. Mendengarkan pujian itu aku menjadi sangat berbesar hati dan bangga kerana dapat memberi yang terbaik untuk aku persembahankan kepada semua orang yang telah berjasa kepadaku selama ini. Ini juga sebenarnya satu anugerah yang tidak ternilai besarnya yang telah Allah s.w.t kurniakan dan aku sangat-sangat bersyukur atas nikmat yang telah diberi.
Hari itu sepertinya aku telah mencatatkan sejarah manis dalam diari perjalanan hidupku sebagai mahasiswa UI. Aku telah memahkotakan segala janji-janjiku untuk menggapai impian menjadi antara mahasiswa yang terbaik di FSUI. Sepertinya juga aku telah dapat menunaikan janji-janjiku untuk membawa pulang segulung ijazah yang sangat bermakna sebagai hadiah buat kedua ibubapaku yang selama ini sangat-sangat ingin melihat anak mereka berjaya di Menara Gading. Aku juga sepertinya sudah dapat menebus kembali janjiku untuk menghadiahkan sesuatu yang sangat istimewa buat anaku Mohd Alieff Shamida yang lahir tanpa disambut oleh seorang ayah seperti anak-anak kecil yang lain. Tentu sekali yang paling bangga dengan kejayaanku ini adalah isteriku yang tercinta, Nurul Azida Zaini, insan yang banyak berkorban dan terpaksa melalui liku-liku yang sukar kerana terpaksa berpisah jauh demi untuk mengejar impian mengejar kejayaan demi masa depan yang gemilang dan terjamin.
Kepada semua insan-insan yang telah berjasa membantu, membimbing, mendoakan dan memberi sokongan dalam bentuk apa saja sehingga kejayaan dapat aku julang, jasa kalian tidak mampu aku lunaskan. Hanya doa dapat aku panjatkan semoga kalian semua akan mendapat keberkatan dan mendapat anugerah dari Allah s.w.t., di atas segala kebaikkan yang telah kalian berikan. Berikut terimalah serangkap pantun untuk mengabdikan kenangan jasa yang telah kalian tunaikan:
Pohon sirih pohon selasih
Tumbuh merimbun di hujung laman
Kalungan budi junjungan kasih
Menjadi kenangan sepanjang zaman
Samsul Kamil Osman
Teratak Shamida, 9 September 2011
Thursday, 8 September 2011
Catatan Perjalanan Mahasiswa UI
Sinar mentari pagi memancarkan cahayanya lagi menerangi siang dan seolah-olah akan ada khabar gembira untuk dikongsikan bersama hari ini. Kembang dan bunga-bunga di taman seperti juga hari semalam terlihat bersorak gembira dan menguntum senyuman bila mentari hadir menghadiahkan sinar cahaya. Nyanyian unggas dan kicauan burung yang nyaring lagi lemak merdu menjadi santapan halua telinga yang sangat indah untuk dihayati apalagi untuk dinikmati menjadi penawar setiap hati yang lara. Mendengarkan irama lagu siulan sang burung dan sang unggas…, menatap lambaian pohon-pohon yang subur menghijau di hutan dan terhidunya haruman wangian bunga-bunga yang mekar di taman, hati mula berdetik akan ada khabar gembira menjadi tawanan.
Sangkaan dan dugaanku ternyata menjadi kenyataan. Sebelum berangkat ke kampus tadi aku teringat akan pesanan yang Ida titipkan melalui surat kirimannya yang aku terima semalam. Pesanan itu aku semat jadikan ingatan dalam benak akal dan fikiran. Antara bait-bait kata yang menjadi pesanan:
“Kekandaku sayang, minggu ini genaplah usia kandungan adik sembilan bulan. Banyak-banyakkanlah berdoa semoga anak kita yang bakal lahir ini akan selamat dan adik juga tak akan menghadapi banyak dugaan dan rintangan. Walaupun tanpa kekanda, adik tidak akan merasa berduka, adik tahu doa kekanda akan selalu bersama adik di saat suka dan duka. Adik redho akan segala ketentuan Ilahi, adik bahagia kerana anak ini anugerah yang akan menjadi penyeri hidup kita nanti. Doakan keselamatan untuk adik dan anak kita ini…..InsyaAllah semuanya akan baik-baik seadanya nanti, tunggu saja khabar baik dari kami di sini….”
Hatiku terdetik seketika…., lalu teringatkan isteriku yang tercinta. Mungkin saja hari ini, atau juga bisa saja semalam anak kami telah selamat dilahirkan oleh isteriku ke dunia. Aku melangkah laju menuju Wartel (warung telefon) ke Gedung Rektorat UI untuk membuat panggilan terus ke Liverpool. Paling tidak tentu ada khabar dari teman-teman isteriku tentang perkembangan terkini di sana. Dalam hati tetap saja berdebar-debar, maklum saja aku sudah semakin hampir untuk menjadi seorang ayah. Aku sudah bakal menjadi seorang bapa dan bakal menimang cahayamata walaupun sebenarnya semua itu hadir seperti dalam mimpi walupun aku berada di alam nyata. Mana tidaknya, aku terpisah dengan isteriku ketika usia kandungan anak kami baru mencecah 2 minggu. Aku tidak pernah merasakan keperitan dan melihat dengan mata kasar perubahan fizikal pada diri isteriku ketika membuyung perut membawa kandungan anak kami. Semua itu hanya aku lihat dan tatap dari jauh, dari lakaran cerita tulisan isteriku melalui surat-surat yang dikirimkan tanpa suara…., melalui gambar-gambar terlihat kaku tanpa aku bisa merasakan sentuhan dan rasa, hanya dikepilkan dalam setiap surat yang dikirimkan untuk ditatap dan dibaca sahaja.
Sampai saja di Wartel Rektorat UI, aku langsung membuat panggilan ke Liverpool. Harapanku akan ada khabar gembira bakal aku dengar hari ini. Panggilanku dijawab oleh suara yang aku pasti bukan isteriku. Hatiku semakin berdebar, tentu saja ada khabar baru bakal ku dengar nanti.
“Assalamualaikum, boleh bercakap dengan Nurul, I suami dia dari Jakarta,” Ucapan pertama yang keluar dari mulutku sebaik saja telefon dianggat untuk dijawab.
“Waalaikumsalam, Sham ye, saya Rubi kawan Nurul. Nurul tak ada di rumah, semalam dia masuk hospital, Rubi sorang je kat rumah sekarang, kawan-kawan yang lain semua kat hospital temankan Nurul,” Suara Rubiah teman serumah Ida membuatkan aku semakin berdebar-debar menunggu khabar tentang isteri dan anakku.
“Sham, tahniah….you all dapat baby lelaki comel sangat. Nurul selamat bersalin subuh tadi 2.00 pagi, bersalin normal, berat baby 4.1 kg. Sekarang ni masih kat hospital lagi, tapi baby dan mamanya sihat-sihat je,” kedengaran nada suara penuh gembira Rubi menyampaikan berita baik itu kepadaku.
“Alhamdulillah…., terima kasih Rubi, sampaikan juga ucapan terima kasih Sham buat kawan-kawan yang lain, semoga Allah s.w.t sahaja yang dapat membalas jasa kalian menjaga Nurul sejak dari mula di mengandung sampailah dia selamat melahirkan anak kami….sampaikan juga salam sayang Sham buat Nurul dan anak kami ye,” Aku menitipkan pesan untuk disampaikan pada teman-teman dan juga isteriku yang tercinta pada Rubi.
Alieff beberapa minit selepas dilahirkan
Sesungguhnya aku rasakan tidak ada berita yang lebih baik dan lebih indah yang pernah aku terima selain dari khabar tentang kelahiran anak pertama kami. Aku seperti ingin saja menjerit supaya semua orang tahu, bahawa hari ini aku telah menjadi seorang ayah. Isteriku telah melahirkan seorang bayi lelaki, yang tentu sahaja kehadirannya akan lebih mengukuhkan ikatan cinta dan kasih sayang di antara kami nanti. Sesungguhnya tiada hari yang lebih indah kalau nak dibandingkan dengan hari yang aku lalui sekarang. Dunia ini terasa sangat terang dan penuh bermakna. Aku merasakan seperti telah menjadi seorang insan yang sangat sempurna. Kalau dulu aku bahagia kerana ada isteri menjadi inspirasi dan pendorong mengejar cita-cita. Hari ini lebih lengkap lagi, kerana aku telah dikurniakan seorang putera yang bakal menjadi permata hati dan penyeri dalam hidup kami suami isteri apabila pulang setelah tamat kuliah nanti.
Ketika pulang aku berlari untuk cepat sampai ke kost. Aku ingin cepat berkongsi berita gembira ini dangan Pak Niin, Ibu Aminah dan juga teman-teman kostku yang lain. Aku mahu mereka tahu, hari ini aku telah menjadi seorang ayah. Aku telah mendapat seorang putera, yang bakal mewarisi keturunanku….Aku adalah seorang insan yang paling beruntung kerana dianugerahkan permata yang paling berharga dalam hidup.
Sampai saja di kost penginapan, aku terus menjerit lalu memanggil-manggil nama ibu dan bapak. Anak-anak kost dan tetangga di sekitar kawasan kost kami kebingunggan melihat reaksiku yang dianggap aneh dan luar dari kebiasaan.
“Ada apa aja nak Sam, kok kelihatanya gembira amat yah?” Tegur Pak Maman tetangga Pak Niin yang kebetulan lewat di depan kost kami.
“Pak Maman, hari ini saya dapat anugerah besar, isteri saya di Inggeris selamat melahirkan anak pertama kami,” Aku menjawab merungkaikan persoalan yang ada di fikiran Pak Maman.
“Aduh!! Udah jadi ayah kamu sekarang nak Sam, selamat ya…..bapak juga ikut bahagia ni,” Pak Maman mengukirkan senyum tanda turut gembira mendengar berita gembira dari aku.
Suasana di kawasan rumah Pak Niin mula menjadi riuh dan ramai dengan kehadiran tetangga dan juga teman-teman kost yang berkumpul untuk menyampaikan ucapan tahniah atas kelahiran anak pertama kami. Suasana seperti anak kami itu sedang berada di kawasan sekitar rumah Pak Niin saja, sedangkan pada hakikatnya aku sendiri tidak bisa melihat bagaimana rupa anakku yang baru lahir itu. Tapi aku tidak dapat menutup hakikat rasa gembira dan bersyukur yang teramat sangat dengan kelahiran anak kami itu, walaupun aku hanya mengetahuinya lewat telefon dan pesanan dari kawan Ida sebentar tadi.
“Sam, malam ini bapak sama ibu rencana mengadakan majlis kesyukuran menyambut kelahiran anakmu ya. Kita kumpulkan teman-teman elo dan tetangga sekitar sekalian kita adakan majlis tahlil dan bacaan doa kesyukuran. Biayanya biar ibu sama bapak aja…, anak Sam juga cucu kali lho,” Ibu Aminah mencadangkan untuk dibuat majlis kesyukuran untuk menyambut berita kelahiran anak kami.
“Terima kasih Ibu, saya ikut apa yang terbaik saja dari Ibu dan Bapak…., terima kasih sekali lagi Ibu,” aku menyampaikan penghargaan dan rasa terharu dengan cadangan Ibu Aminah itu.
Alieff ketika berusia 1 hari
Sesungguhnya tidak ada satu anugerah yang paling besar, tidak ada hadiah yang paling bernilai, tidak ada kegembiraan yang paling bermakna, tidak ada kata-kata pujian yang paling indah untuk diucapkan selain mengucapkan puji dan syukur kepada Allah s.w.t di atas segala limpah dan kurnianya kepada kami. Anak adalah angerah yang paling besar dan paling bermakna yang diamanahkan oleh Allah s.w.t kepada aku dan Ida saat pertama kami menerima kehadiran putera tercinta. Walaupun aku tidak dapat menatap wajah anak kami saat dia dihadirkan di muka bumi ini, tapi aku telah berikrar tidak akan sekali-kali mensia-siakan amanah yang dititipkan oleh Allah kepada kami. Aku berjanji, akan menghadiahkan sesuatu yang sangat bermakna untuk anak ini nanti. Aku dan Ida akan menebus segala kekurangan yang terpaksa dilalui oleh anak ini sepanjang sembilan bulan berada di dalam kandungan ibunya. InsyaAllah, anak ini akan kami didik sebaik-baiknya nanti, kerana kehadirannya di dunia ini memberikan seribu satu kenangan yang tak mudah sebenarnya untuk dilalui dan dihadapi tanpa ada kecekalan dan keberanian terutama buat ibunya yang sangat tak ternilai jasa dan bakti yang telah diberi. Pengorbanan yang sangat tak ternilai dan tak bakal dapat digambarkan kembali apalagi kalau mahu dihitung dengan masa, keringat, wang ringgit apalagi airmata yang mengalir tak pernah terhitung banyaknya.
Putera pertama ini kami namakan Mohd Alieff Shamida, nama yang memang telah lama kami siapkan sebagai persediaan untuk menerima anugerah yang bakal dititipkan oleh Ilahi kepada kami. Sesungguhnya memang kehadiran Mohd Alieff Shamida adalah anugerah teristimewa yang telah membawa titik perubahan dalam hidup kami. Mohd Alieff bermaksud Hamba Allah yang Akhrab iaitu memberi maksud lahirnya Alieff diharapkan akan lebih mendekatkan dan merapatkan rasa kasih dan sayang di antara kami suami isteri. Alieff adalah menjadi tali ikatan yang tidak bakal memisahkan kasih di antara kami suami isteri. Shamida pula adalah gabungan nama kami berdua Sham dan Ida, diletakkan dihujung nama setiap anak kami sebagai tanda ikatan kasih yang tidak berbelah bagi dan menjadi tali penyambung kasih sayang di antara kami sekeluarga.
Kehadiran Mohd Alieff Shamida menjadi sinar yang membawa cahaya kebahagian yang menerangi hari-hari yang bakal kami lalui selepas ini. Mohd Alieff Shamida menjadi pengikat kasih sayang yang juga menjadi pendorong terbesar dalam perjalanan kami menempa kejayaan mengharungi masa depan dengan cekal dan berani. Alieff Shamida anugerah yang tak ternilai yang hadir di saat-saat kami getir mengharungi masa depan yang belum begitu pasti, tapi kami lebih yakin bila dia hadir bersama disisi. InsyaAllah setiap anak yang dianugerahkan ada rezekinya sendiri. Anak ini bakal hadir dengan membawa sinar yang bakal mengubah masa depan dan hidup kami di suatu hari nanti.
Mohd Alieff Shamida kau permata hati pertama kami.
Kau menjadi sinar menerangi hidup ini
Kau membawa cahaya menceriakan keluarga ini
Kau menjadi penawar menghapuskan segala duka dan lara kami.
Samsul Kamil Osman ,
Teratak Shamida,
8 Ogos 2011