Friday 9 September 2011

Catatan Perjalanan Mahasiswa UI


"Kejayaan Tercipta”


Pagi ini kicauan burung kedengarannya sangat merdu sekali. Lebih merdu dari hari-hari biasa sebelumnya. Nyanyian unggas juga kedengaran beralun dengan irama yang tersendiri, sama merdunya dan iramanya seperti seiring dengan alunan lagu siulan sang burung yang sedang berterbangan menghibur hati. Pohon-pohon juga ikut bergoyang ke kanan dan ke kiri, seolah-olah menari mengikut irama lagu yang sangat tersusun rapi. Angin pula bertiup lembut menyegarkan lagi suasana pagi menjadi sangat indah sekali untuk dinikmati. Inilah sebenarnya nikmat yang diturunkan oleh Ilahi, sesiapa saja akan bahagia bila dapat merasakan anugerah ini. Pantas saja setiap pagi sebelum terbitnya mentari, kita dituntut untuk sujud mengakui kebesaran Illahi…..kita dituntut menadah tangan memohon dan mensyukuri segala nikmat yang telah diberi…., kita sujud memohon keberkatan dan petunjuk dari Ilahi, semoga saja hari yang bakal kita lalui akan dipermudahkan dan mendapat anugerah yang tidak terperi.

Di atas kebesaran Ilahi dan anugerahNya yang tidak ternilai sekali, hari-hari yang aku lalui sangat jelas dan pasti. Aku sepertinya telah mendapat satu kekuatan dan semangat yang tidak pernah sebelumnya aku rasai. Langkah-langkahku kini menjadi sangat pasti dan penuh berani. Aku punya keyakinan diri yang sangat luar biasa sekali. Semua yang aku lakukan semuanya menjadi dan tak pernah ada rasa sangsi lagi. Masa depan sepertinya sudah nampak dengan jelas sekali. Aku tidak lagi punya perasaan tercari-cari, kerana semuanya sudah jelas dan menjadi sangat pasti. Kejayaan yang ingin aku raih juga sudah hampir berada di penghujung hari, hanya menungggu saat dan ketikanya saja lagi. Hari-hari yang aku lalui di kampus kini hanya untuk melengkapkan diri sebelum melangkah kembali. Melangkah pulang kepangkuan keluarga dan ibu pertiwi. Membawa pulang kejayaan seperti yang telah aku janji, agar tertunai segala harapan yang telah diberi. Segala amanah akhirnya dapat aku lunasi.

Setelah berhempas pulas, bertungkus lumus mengharungi pelbagai cabaran dan dugaaan mengejar impian untuk meraih kejayaan di perantauan, akhirnya aku berhasil sampai ke hujung perhentian. Hanya ada beberapa langkah saja lagi yang perlu aku lengkapkan untuk sampai ke penghujung jalan dan seterusanya berada di titik penamat. Setelah itu segala harapan dan impian untuk meraih kejayaan yang diidam-idamkan sejak dari hari pertama mendapat tawaran melanjutkan pelajaran dan kemudian membawa kepada hampir lima tahun berada di kampus Universitas Indonesia ini sepertinya akan menjadi kenyataan. Lima tahun bukan satu jangkamasa yang singkat, tapi kalau diukur dengan ilmu yang aku dapat sepertinya tak terasa masa yang bergerak pantas seperti kilat. Itu sudah menjadi lumrah dalam mencari ilmu agaknya, setiap masa yang berjalan bagaikan angin yang bertiup lalu, datang dan pergi silih berganti, hujan dan panas setia mendampingkan diri, siang dan malam datang dan pergi….., angin tetap bertiup tak akan pernah berhenti…..,kita tak akan tahu kapan akan berakhirnya nanti. Hanya Allah yang tahu dan mengerti dengan pasti.

Pada tanggal 5 Mei 1994, tepatnya lagi pada jam 9.00 pagi waktu Indonesia Bahagian Barat, adalah perjuangan terakhir aku untuk berada di garisan penamat dan seterusnya manamatkan pengajianku di Jurusan Sejarah, Fakultas Sastra, Universitas Indonesia. Hari ini aku akan diuji untuk mempertahankan kajian skripsiku. Tapi yang lebih tepatnya, Ujian Skripsi di Jurusan Sejarah lebih menekankan bagaimana mahasiswanya dapat mempergunakan segala ilmu dan metedologi yang telah dipelajari dan kemudian diadaptasikan dalam kajian dengan melakukan penelitian secara kepustakaan dan lapangan. Hasil daripada kajian dan penelitian kemudiannya diterjemahkan dalam penulisan secara deskriptif dan analitis untuk dipersembahkan sebagai bukti untuk layak dinilai dan selanjutnya diberikan pertimbangan selayaknya untuk mendapat anugerah Sarjana Sejarah.

Dalam Ujian Skripsi, setiap calon sarjana akan membentang dan mempertahan hasil kajian mereka di hadapan lima orang panel penguji yang terdiri dari dua wakil Dekan Fakultas dan tiga orang dosen penguji yang dilantik oleh Jurusan Sejarah. Beberapa hari sebelum menempuhi Ujian Skripsi tersebut, aku telah dimaklumkan lebih awal nama-nama barisan panel yang bakal menguji aku nanti. Melihat senarai penguji itu sudah cukup membuatkan aku menjadi kecut, takut dan rasa gementar sekali. Apa tidaknya, nama-nama besar dan dosen-dosen tersohor di FSUI ku lihat tersenarai dan bakal siap untuk mengujiku nanti. Wakil dari Dekan Fakultas, Prof. Dr Sapardi Djoko Damono, yang ketika itu berjawatan Pembantu Dekan 1, kemudian dari Jurusan Sejarah sendiri diisi oleh dosen senior Prof Dr R.Z. Lariesa (almh), Mas Susanto Zuhdi M.A(Prof. Dr Susanto Zuhdi) dan Ibu Nana Marliana selaku ketua Jurusan Sejarah ketika itu. Ini sebenarnya sesuatu yang mengejutkan aku dan juga teman-teman lain. Kata mereka, mungkin saja kerana aku mahasiswa dari luar negara, maka pengujikan juga harus dari kalangan mereka yang sangat berwibawa. Tapi apapun alasan dan situasinya ketika itu, aku cuba untuk menghilangkan rasa takut dan gementar. Aku harus siap dan bersedia menempuhi apa saja yang bakal terjelma, kerana sebenarnya aku sudah berada di hujung sebuah perjalanan. Aku sudah berada di garisan penamat dan sebenarnya juga hanya memerlukan beberapa saat dan ketika saja untuk menyelesaikannya. Aku harus berani, cekal dan yakin dengan segala usaha dan tugasan yang telah aku selesaikan. Aku akan mempertahankan segala kajianku dangan yakin dan penuh pasti supaya hasilnya nanti aku akan mendapat kejayaan yang cemerlang dan membanggakan.

Hari yang ditunggu akhirnya tiba juga. Hari ini aku akan melalui titik penamat dalam pengajianku. Hari ini merupakan hari penentuan, hari yang akan memberi satu penilaian terhadap keupayaanku untuk dinilai sama ada layak atau tidak diangkat sebagai Sarjana Sejarah lulusan Universitas Indonesia. Sebaik saja aku sampai di luar ruangan ujian, terlihat kelibat teman-temanku yang datang untuk memberi sokongan dan dorongan semangat. Aku menjadi sangat bangga dan bahagia sekali, kerana sepertinya teman-teman sangat setia memberi bantuan, sokongan dan dorongan semangat sejak dari awal aku mendaftar diri sebagai mahasiswa sehinggalah hari terakhir aku akan dianugerahkan sebagai sarjana di UI. Fina, Edo, Jainal Abidin, Adi, Ipong, Nita, Evi, Rudi (almh), Bart Lapian, Mohd Zain, Ifyani, Iskandar dan Syed (teman anak Malaysia dari FISIP), terima kasih kerana hadir memberi semangat untukku. Nilai setia kawan dan ikatan persahabatan antara kita sangat tidak ternilai dan akan ku kenang selama-lamanya.

Foto Bersama teman-teman yang datang memberi dukungan

Tepat jam 9.00 pagi, sekretaris ujian memangil namaku untuk masuk ke ruangan di mana ujian skripsiku akan dijalankan. Sebelum masuk ke ruangan, teman-teman menberikan ucapan selamat dan kata-kata semangat. Sebaik saja masuk ke rungan ujian, aku lihat panel penguji sudah siap meneliti dan menyemak setiap lembar-lembar buku skripsiku yang telah aku serahkan sebelum ujian. Aku kemudian disuruh duduk dan memperkenal diri dan menceritakan latar belakang kajian. Dengan suara yang bersemangat dan penuh dengan keyakinan diri aku menyampaikan pengantar seperti layaknya seorang pemidato mengupas hujahan. Terlihat ada tanda-tanda rasa puas terpancar dari wajah ahli panel yang mendengarkan aku memberi kupasan. Pertanyaan demi pertanyaan aku jawab dengan jelas, tegas dan rasa yakin diri yang tinggi. Aku sepertinya menjadi sangat berani, dan menguasai segala isi kajian yang dibentangkan hari ini. Entah mengapa aku sepertinya sungguh yakin setiap hujah-hujah yang ku sampaikan dapat memberi kepuasan kepada penal yang menguji. Ruangan ujian nampak seperti dingin sekali dengan penghawa dingin yang terpasang sedia, tidak memberi sebarang impak padaku. Aku rasa berkeringat walupun berada dalam ruangan yang dingin.

Kemudian kedengaran suara mengarahkan aku untuk berhenti berbicara. “ Baik, bagus sekali pembentangan kamu, saya bangga dan atas nama fakultas Satra UI, saya mengucapkan syabas,” Prof. Dr Sapardi Djoko Damono selaku ketua panel memberhentikan hujah dan sekaligus memujiku. Mendengarkan pujian itu sudah cukup membuatkan aku merasa sangat puas dan berbangga. Puas kerana aku berhasil melakukan yang terbaik untuk ujian terakhirku di sini. Bangga kerana aku mendapat pujian dari seorang tokoh ilmuan yang sangat tersohor dan sangat aku kagumi selama ini.

Aku kemudiannya diminta menunggu di luar rungan sebelum penal membuat penilaian dan memberi markah penuh ujianku hari ini. Sebaik saja aku keluar dari ruangan, teman-teman bersorak meraikan keberhasilanku dalam menyampaikan pembentangan. Beberapa ketika aku ditenangkan oleh teman-teman, dan cuba memberi keyakinan yang aku bakal lulus dengan baik nanti.

Beberapa ketika kemudian itu, sekali lagi sekretaris ujian memangil aku masuk untuk menerima keputusan nilai ujian. Aku dengan cepat bangun dan terus melangkah masuk ke dalam ruangan dan kemudian duduk kembali di bangku yang disediakan.

“ Saudara Samsul Kamil Osman, dengan ini panel Ujian Skripsi Fakultas Sastra Universitas Indonesia, pada tanggal 5 Maret 1994 dengan sepakat dan penuh dengan keyakinan kami selaku penguji ujian hari ini memberikan pradiket tertinggi dengan nilai ‘A’ kepada hasil pengujian kami ke atas pelaporan skripsi anda yang dibentangkan pagi ini. Saya selaku wakil pimpinan Fakultas Satra Universitas Indonesia, memperkenankan saudara Samsul Kamil Osman layak untuk diangkat menyandang gelaran Sarjana Sejarah Universitas Indonesia,” ucapan pembacaan keputusan ujian yang dibacakan oleh Prof. Dr Sapardi Djoko Damono.

Mendengarkan hasil keputusan itu, tiba-tiba airmata bahagia mengalir keluar melalui alur kelopak mataku. Aku menjadi tambah terharu apabila didakap oleh Prof Dr. R.Z Lariesa dan kemudian oleh Mas Susanto yang juga kemudiannya menyampaikan rasa bangga mereka atas kejayaan telah yang aku capai. Kemudian Ibu Nana mendekatiku dan mengucapkan tahniah atas keberhasilanku menamatkan kuliah dengan jayanya di FSUI. Tambah manis lagi apabila skripsiku telah mencapai kelulusan dengan pradiket tertinggi dan dipilih antara yang terbaik pernah dihasilkan oleh mahasiswa Jurusan Sejarah. Mendengarkan pujian itu aku menjadi sangat berbesar hati dan bangga kerana dapat memberi yang terbaik untuk aku persembahankan kepada semua orang yang telah berjasa kepadaku selama ini. Ini juga sebenarnya satu anugerah yang tidak ternilai besarnya yang telah Allah s.w.t kurniakan dan aku sangat-sangat bersyukur atas nikmat yang telah diberi.

Hari itu sepertinya aku telah mencatatkan sejarah manis dalam diari perjalanan hidupku sebagai mahasiswa UI. Aku telah memahkotakan segala janji-janjiku untuk menggapai impian menjadi antara mahasiswa yang terbaik di FSUI. Sepertinya juga aku telah dapat menunaikan janji-janjiku untuk membawa pulang segulung ijazah yang sangat bermakna sebagai hadiah buat kedua ibubapaku yang selama ini sangat-sangat ingin melihat anak mereka berjaya di Menara Gading. Aku juga sepertinya sudah dapat menebus kembali janjiku untuk menghadiahkan sesuatu yang sangat istimewa buat anaku Mohd Alieff Shamida yang lahir tanpa disambut oleh seorang ayah seperti anak-anak kecil yang lain. Tentu sekali yang paling bangga dengan kejayaanku ini adalah isteriku yang tercinta, Nurul Azida Zaini, insan yang banyak berkorban dan terpaksa melalui liku-liku yang sukar kerana terpaksa berpisah jauh demi untuk mengejar impian mengejar kejayaan demi masa depan yang gemilang dan terjamin.

Kepada semua insan-insan yang telah berjasa membantu, membimbing, mendoakan dan memberi sokongan dalam bentuk apa saja sehingga kejayaan dapat aku julang, jasa kalian tidak mampu aku lunaskan. Hanya doa dapat aku panjatkan semoga kalian semua akan mendapat keberkatan dan mendapat anugerah dari Allah s.w.t., di atas segala kebaikkan yang telah kalian berikan. Berikut terimalah serangkap pantun untuk mengabdikan kenangan jasa yang telah kalian tunaikan:

Pohon sirih pohon selasih

Tumbuh merimbun di hujung laman

Kalungan budi junjungan kasih

Menjadi kenangan sepanjang zaman

Samsul Kamil Osman

Teratak Shamida, 9 September 2011

Thursday 8 September 2011

Catatan Perjalanan Mahasiswa UI

“Permata Hati”

Sinar mentari pagi memancarkan cahayanya lagi menerangi siang dan seolah-olah akan ada khabar gembira untuk dikongsikan bersama hari ini. Kembang dan bunga-bunga di taman seperti juga hari semalam terlihat bersorak gembira dan menguntum senyuman bila mentari hadir menghadiahkan sinar cahaya. Nyanyian unggas dan kicauan burung yang nyaring lagi lemak merdu menjadi santapan halua telinga yang sangat indah untuk dihayati apalagi untuk dinikmati menjadi penawar setiap hati yang lara. Mendengarkan irama lagu siulan sang burung dan sang unggas…, menatap lambaian pohon-pohon yang subur menghijau di hutan dan terhidunya haruman wangian bunga-bunga yang mekar di taman, hati mula berdetik akan ada khabar gembira menjadi tawanan.

Sangkaan dan dugaanku ternyata menjadi kenyataan. Sebelum berangkat ke kampus tadi aku teringat akan pesanan yang Ida titipkan melalui surat kirimannya yang aku terima semalam. Pesanan itu aku semat jadikan ingatan dalam benak akal dan fikiran. Antara bait-bait kata yang menjadi pesanan:

“Kekandaku sayang, minggu ini genaplah usia kandungan adik sembilan bulan. Banyak-banyakkanlah berdoa semoga anak kita yang bakal lahir ini akan selamat dan adik juga tak akan menghadapi banyak dugaan dan rintangan. Walaupun tanpa kekanda, adik tidak akan merasa berduka, adik tahu doa kekanda akan selalu bersama adik di saat suka dan duka. Adik redho akan segala ketentuan Ilahi, adik bahagia kerana anak ini anugerah yang akan menjadi penyeri hidup kita nanti. Doakan keselamatan untuk adik dan anak kita ini…..InsyaAllah semuanya akan baik-baik seadanya nanti, tunggu saja khabar baik dari kami di sini….”

Hatiku terdetik seketika…., lalu teringatkan isteriku yang tercinta. Mungkin saja hari ini, atau juga bisa saja semalam anak kami telah selamat dilahirkan oleh isteriku ke dunia. Aku melangkah laju menuju Wartel (warung telefon) ke Gedung Rektorat UI untuk membuat panggilan terus ke Liverpool. Paling tidak tentu ada khabar dari teman-teman isteriku tentang perkembangan terkini di sana. Dalam hati tetap saja berdebar-debar, maklum saja aku sudah semakin hampir untuk menjadi seorang ayah. Aku sudah bakal menjadi seorang bapa dan bakal menimang cahayamata walaupun sebenarnya semua itu hadir seperti dalam mimpi walupun aku berada di alam nyata. Mana tidaknya, aku terpisah dengan isteriku ketika usia kandungan anak kami baru mencecah 2 minggu. Aku tidak pernah merasakan keperitan dan melihat dengan mata kasar perubahan fizikal pada diri isteriku ketika membuyung perut membawa kandungan anak kami. Semua itu hanya aku lihat dan tatap dari jauh, dari lakaran cerita tulisan isteriku melalui surat-surat yang dikirimkan tanpa suara…., melalui gambar-gambar terlihat kaku tanpa aku bisa merasakan sentuhan dan rasa, hanya dikepilkan dalam setiap surat yang dikirimkan untuk ditatap dan dibaca sahaja.

Sampai saja di Wartel Rektorat UI, aku langsung membuat panggilan ke Liverpool. Harapanku akan ada khabar gembira bakal aku dengar hari ini. Panggilanku dijawab oleh suara yang aku pasti bukan isteriku. Hatiku semakin berdebar, tentu saja ada khabar baru bakal ku dengar nanti.

“Assalamualaikum, boleh bercakap dengan Nurul, I suami dia dari Jakarta,” Ucapan pertama yang keluar dari mulutku sebaik saja telefon dianggat untuk dijawab.

“Waalaikumsalam, Sham ye, saya Rubi kawan Nurul. Nurul tak ada di rumah, semalam dia masuk hospital, Rubi sorang je kat rumah sekarang, kawan-kawan yang lain semua kat hospital temankan Nurul,” Suara Rubiah teman serumah Ida membuatkan aku semakin berdebar-debar menunggu khabar tentang isteri dan anakku.

“Sham, tahniah….you all dapat baby lelaki comel sangat. Nurul selamat bersalin subuh tadi 2.00 pagi, bersalin normal, berat baby 4.1 kg. Sekarang ni masih kat hospital lagi, tapi baby dan mamanya sihat-sihat je,” kedengaran nada suara penuh gembira Rubi menyampaikan berita baik itu kepadaku.

“Alhamdulillah…., terima kasih Rubi, sampaikan juga ucapan terima kasih Sham buat kawan-kawan yang lain, semoga Allah s.w.t sahaja yang dapat membalas jasa kalian menjaga Nurul sejak dari mula di mengandung sampailah dia selamat melahirkan anak kami….sampaikan juga salam sayang Sham buat Nurul dan anak kami ye,” Aku menitipkan pesan untuk disampaikan pada teman-teman dan juga isteriku yang tercinta pada Rubi.

Alieff beberapa minit selepas dilahirkan

Sesungguhnya aku rasakan tidak ada berita yang lebih baik dan lebih indah yang pernah aku terima selain dari khabar tentang kelahiran anak pertama kami. Aku seperti ingin saja menjerit supaya semua orang tahu, bahawa hari ini aku telah menjadi seorang ayah. Isteriku telah melahirkan seorang bayi lelaki, yang tentu sahaja kehadirannya akan lebih mengukuhkan ikatan cinta dan kasih sayang di antara kami nanti. Sesungguhnya tiada hari yang lebih indah kalau nak dibandingkan dengan hari yang aku lalui sekarang. Dunia ini terasa sangat terang dan penuh bermakna. Aku merasakan seperti telah menjadi seorang insan yang sangat sempurna. Kalau dulu aku bahagia kerana ada isteri menjadi inspirasi dan pendorong mengejar cita-cita. Hari ini lebih lengkap lagi, kerana aku telah dikurniakan seorang putera yang bakal menjadi permata hati dan penyeri dalam hidup kami suami isteri apabila pulang setelah tamat kuliah nanti.

Ketika pulang aku berlari untuk cepat sampai ke kost. Aku ingin cepat berkongsi berita gembira ini dangan Pak Niin, Ibu Aminah dan juga teman-teman kostku yang lain. Aku mahu mereka tahu, hari ini aku telah menjadi seorang ayah. Aku telah mendapat seorang putera, yang bakal mewarisi keturunanku….Aku adalah seorang insan yang paling beruntung kerana dianugerahkan permata yang paling berharga dalam hidup.

Sampai saja di kost penginapan, aku terus menjerit lalu memanggil-manggil nama ibu dan bapak. Anak-anak kost dan tetangga di sekitar kawasan kost kami kebingunggan melihat reaksiku yang dianggap aneh dan luar dari kebiasaan.

“Ada apa aja nak Sam, kok kelihatanya gembira amat yah?” Tegur Pak Maman tetangga Pak Niin yang kebetulan lewat di depan kost kami.

“Pak Maman, hari ini saya dapat anugerah besar, isteri saya di Inggeris selamat melahirkan anak pertama kami,” Aku menjawab merungkaikan persoalan yang ada di fikiran Pak Maman.

“Aduh!! Udah jadi ayah kamu sekarang nak Sam, selamat ya…..bapak juga ikut bahagia ni,” Pak Maman mengukirkan senyum tanda turut gembira mendengar berita gembira dari aku.

Suasana di kawasan rumah Pak Niin mula menjadi riuh dan ramai dengan kehadiran tetangga dan juga teman-teman kost yang berkumpul untuk menyampaikan ucapan tahniah atas kelahiran anak pertama kami. Suasana seperti anak kami itu sedang berada di kawasan sekitar rumah Pak Niin saja, sedangkan pada hakikatnya aku sendiri tidak bisa melihat bagaimana rupa anakku yang baru lahir itu. Tapi aku tidak dapat menutup hakikat rasa gembira dan bersyukur yang teramat sangat dengan kelahiran anak kami itu, walaupun aku hanya mengetahuinya lewat telefon dan pesanan dari kawan Ida sebentar tadi.

“Sam, malam ini bapak sama ibu rencana mengadakan majlis kesyukuran menyambut kelahiran anakmu ya. Kita kumpulkan teman-teman elo dan tetangga sekitar sekalian kita adakan majlis tahlil dan bacaan doa kesyukuran. Biayanya biar ibu sama bapak aja…, anak Sam juga cucu kali lho,” Ibu Aminah mencadangkan untuk dibuat majlis kesyukuran untuk menyambut berita kelahiran anak kami.

“Terima kasih Ibu, saya ikut apa yang terbaik saja dari Ibu dan Bapak…., terima kasih sekali lagi Ibu,” aku menyampaikan penghargaan dan rasa terharu dengan cadangan Ibu Aminah itu.

Alieff ketika berusia 1 hari

Sesungguhnya tidak ada satu anugerah yang paling besar, tidak ada hadiah yang paling bernilai, tidak ada kegembiraan yang paling bermakna, tidak ada kata-kata pujian yang paling indah untuk diucapkan selain mengucapkan puji dan syukur kepada Allah s.w.t di atas segala limpah dan kurnianya kepada kami. Anak adalah angerah yang paling besar dan paling bermakna yang diamanahkan oleh Allah s.w.t kepada aku dan Ida saat pertama kami menerima kehadiran putera tercinta. Walaupun aku tidak dapat menatap wajah anak kami saat dia dihadirkan di muka bumi ini, tapi aku telah berikrar tidak akan sekali-kali mensia-siakan amanah yang dititipkan oleh Allah kepada kami. Aku berjanji, akan menghadiahkan sesuatu yang sangat bermakna untuk anak ini nanti. Aku dan Ida akan menebus segala kekurangan yang terpaksa dilalui oleh anak ini sepanjang sembilan bulan berada di dalam kandungan ibunya. InsyaAllah, anak ini akan kami didik sebaik-baiknya nanti, kerana kehadirannya di dunia ini memberikan seribu satu kenangan yang tak mudah sebenarnya untuk dilalui dan dihadapi tanpa ada kecekalan dan keberanian terutama buat ibunya yang sangat tak ternilai jasa dan bakti yang telah diberi. Pengorbanan yang sangat tak ternilai dan tak bakal dapat digambarkan kembali apalagi kalau mahu dihitung dengan masa, keringat, wang ringgit apalagi airmata yang mengalir tak pernah terhitung banyaknya.

Putera pertama ini kami namakan Mohd Alieff Shamida, nama yang memang telah lama kami siapkan sebagai persediaan untuk menerima anugerah yang bakal dititipkan oleh Ilahi kepada kami. Sesungguhnya memang kehadiran Mohd Alieff Shamida adalah anugerah teristimewa yang telah membawa titik perubahan dalam hidup kami. Mohd Alieff bermaksud Hamba Allah yang Akhrab iaitu memberi maksud lahirnya Alieff diharapkan akan lebih mendekatkan dan merapatkan rasa kasih dan sayang di antara kami suami isteri. Alieff adalah menjadi tali ikatan yang tidak bakal memisahkan kasih di antara kami suami isteri. Shamida pula adalah gabungan nama kami berdua Sham dan Ida, diletakkan dihujung nama setiap anak kami sebagai tanda ikatan kasih yang tidak berbelah bagi dan menjadi tali penyambung kasih sayang di antara kami sekeluarga.

Kehadiran Mohd Alieff Shamida menjadi sinar yang membawa cahaya kebahagian yang menerangi hari-hari yang bakal kami lalui selepas ini. Mohd Alieff Shamida menjadi pengikat kasih sayang yang juga menjadi pendorong terbesar dalam perjalanan kami menempa kejayaan mengharungi masa depan dengan cekal dan berani. Alieff Shamida anugerah yang tak ternilai yang hadir di saat-saat kami getir mengharungi masa depan yang belum begitu pasti, tapi kami lebih yakin bila dia hadir bersama disisi. InsyaAllah setiap anak yang dianugerahkan ada rezekinya sendiri. Anak ini bakal hadir dengan membawa sinar yang bakal mengubah masa depan dan hidup kami di suatu hari nanti.

Mohd Alieff Shamida kau permata hati pertama kami.

Kau menjadi sinar menerangi hidup ini

Kau membawa cahaya menceriakan keluarga ini

Kau menjadi penawar menghapuskan segala duka dan lara kami.


Samsul Kamil Osman ,

Teratak Shamida,

8 Ogos 2011

Wednesday 7 September 2011

Catatan Perjalanan Mahasiswa UI


“Sinar Baru”

Hari ini ada cahaya yang memancarkan sinar menerbitkan rasa gembira kepada setiap insan yang telah lama mengimpikan saat-saat bahagia hadir dalam hidup mereka. Sinar cahaya yang menjelmakan suria yang dapat mengukirkan bibit senyuman kepada sesiapa sahaja yang telah lama mengharapkan kehadirannya. Sinar suria yang dapat mengusir rimbunan awan gelap yang telah menyelubungi langit dan menyuramkan suasana hari-hari yang berlalu. Sinar suria yang dapat menyegarkan kelopak kembang dan bunga yang kembali mekar dan menguntum senyum menyambut hadirnya kumbang yang datang untuk kembali menawan hati yang telah lama terbiar sepi.

Hari ini cahaya suria juga hadir untuk membangkitkan semula semangat aku untuk terus mencoretkan sesuatu yang dapat mengambalikan kenangan-kenangan terindah yang pernah hadir menghiasi perjalanan hidupku. Hari ini sepertinya aku mendapat kekuatan baru untuk meneruskan catatan supaya dapat ditatap oleh sesiapa saja sebagai pengisi masa yang tersenggang. Semoga saja, akan ada bait-bait kata indah yang bakal hadir mengiringi jalan tulis cerita supaya keindahan bahasa akan dapat dirasai dan dihayati bersama, dan cerita akan menjadi tampak lebih terkesan dan bermakna untuk semua.

Sinar bahagia terpancar dalam hidup apabila hadir saat yang terindah yang sebelumnya tidak pernah kita impikan akan hadir dalam hidup kita. Itulah antara kenangan terindah yang pernah aku lalui dalam hidup ini apabila menutup zaman mahasiswaku di Universitas Indonesia. Memang, dapat kesempatan belajar dan menimba ilmu di UI saja sebenarnya sudah cukup besar maknanya dalam hidupku. Tapi ada yang lebih dari itu, apabila dipenghujungnya aku telah dianugerahkan penghargaan yang sangat bermakna, yang sebenarnya hadir walaupun sebelumnya tidak mampu aku lahirkan walaupun hanya dalam angan dan mimpi-mimpiku. Inilah anugerah dan kebesaran Ilahi, kita sebenarnya tidak akan dapat menduga sesuatu yang bakal terjadi, sehinggalah ianya benar-benar hadir dan terjadi dalam hidup kita.

Tahun 1994 merupakan masa-masa yang banyak memberi kenangan terindah dalam hidupku. Setelah hampir lima tahun bergelumang dan bertungkus-lumus mengharungi pelbagai ranjau dan dugaan menjadi mahasiswa di perantauan akhirnya aku berjaya sampai ke penghujungnya. Bermula dari seorang yang sederhana, serba kekurangan dan selalu mengharapkan bantuan serta belas kasihan rakan-rakan seangkatan untuk merangkak-rangkak mencari ruang untuk mencipta kejayaan yang diimpikan. Kemudian dari hari ke hari…., bulan ke bulan…., tahun ke tahun…, akhirnya berkat doa orang tua dan keluarga di kampong, rakan-rakan yang tak jemu-jemu memberi bantuan, dosen-dosen yang tak putus-putus mencurahkan ilmu tanpa batas dan dorongan kekasih hati dan kemudiannya menjadi isteri tercinta yang menguatkan semangat, aku berhasil lulus semester terakhirku dengan predikat terbaik. Satu catatan sejarah buat aku sebagai anak Malaysia di FSUI.

Sebenarnya aku tidak pernah terfikir bahawa kejayaan bakal menjelma di akhir-akhir masa kuliahku. Apa lagi sebenarnya dihujung zaman mahasiswaku begitu banyak sekali cabaran yang terpaksa aku lalui. Tapi itu semua sebenarnya adalah risiko yang aku ambil kerana kemahuan dan jalan yang aku pilih sendiri. Setelah mengharungi pelbagai liku dan pengalaman dalam dunia percintaan, akhirnya aku memilih untuk menamatkan zaman bujangku dengan menyunting kekasih hatiku Ida yang ketika itu sedang menuntut di Liverpool, England untuk menjadi isteri yang bakal menjadi pendamping hidupku. Kami telah melangsungkan pernikahan sewaktu pulang bercuti semester setelah mendapat restu keluarga dan persetujuan dari JPA sebagai penaja pengajian kami. Maka berakhirlah episode cinta yang telah sekian lama kami harungi bersama dan bermulalah episod kehidupan sebagai pasangan suami isteri yang sebenarnya lebih besar cabaran dari zaman sebelumnya.

Bergambar selepas Majlis Akad Nikah

Selepas bernikah sebulan, aku kembali ke Jakarta untuk meneruskan pengajian dan Ida pula pulang ke England untuk meneruskan pengajian tahun akhirnya di Liverpool John Moores University Liverpool. Maka bermula episode getir yang terpaksa aku dan Ida lalui, sebelum kami berangkat kembali untuk meneruskan pengajian masing-masing, kami dikejutkan dengan satu khabar gembira, tetapi juga sebenarnya merupakan khabar yang memberi banyak persoalan susulan kemudiannya. Kami dikejutkan apabila doktor yang membuat pemeriksaan ke atas Ida memaklumkan bahawa isteriku sudah menunjukkan tanda-tanda mengandung anak pertama kami. Itu merupakan kejutan yang besar buat kami saat itu, tak dapat nak digambarkan perasaan kami saat itu, gembira kerana akan menerima cahayamata, tapi juga berduka kerana kami terpaksa saling berjauhan dan tak dapat menghurungi hidup sebagai pasangan suami isteri dalam ertikata yang sebenarnya. Apabila terpaksa berjauhan dalam jangka masa yang panjang dan dalam jarak yang sangat jauh sehingga tidak memungkinkan kami untuk bertemu sehinggalah Ida menamatkan pengajian di Liverpool. Itu juga bermakna, aku tidak akan dapat bertemu Ida sepanjang dia mengharungi masa mengandungkan anak kami sehingga anak sulung kami itu lahir ke muka bumi ini.

Ida dan teman-teman di Kampus Liverpool John Moores University

Satu situasi yang sangat sukar terpaksa kami lalui dan pilih saat itu. Tapi aku dan Ida bertekad, itu bukan satu halangan yang akan mematahkan semangat kami untuk menggenggam segulung ijazah. Itu juga bukan bermakna kami harus mengabaikan cita-cita dan memenuhi impian orang tua kami yang ingin melihat kami berjaya dalam pelajaran. Kami juga tidak mahu menjadi pengkhianat yang akan mensia-siakan amanah dan peluang yang diberikan oleh kerajaan yang menaja segala biaya pengajian kami selama ini. Tapi pada saat yang sama kami juga tidak mahu mengorbankan cinta dan kasih sayang yang telah kami pupuk dan semai sejak sekian lama. Kami juga sayangkan anak yang telah dititipkan sebagai anugerah Ilahi untuk menyerikan hidup kami kelak nanti. Anak itu adalah anugerah dan amanah yang harus kami terima dan kami syukuri atas kurniaannya dari Ilahi.

Akhirnya kami memilih jalan yang sangat berani tetapi penuh pasti. Aku harus kembali ke UI untuk meneruskan pengajianku. Aku berikrar akan lebih kuat, tekun dan bersemangat untuk mengejar kejayaan kerana aku kini telah mempunyai tanggungjawab yang besar untuk dipikul setelah lulus dan pulang nanti. Aku tidak boleh menoleh ke belakang lagi, harus terus melangkah ke depan dan berusaha mencapai kejayaan yang cemerlang supaya dapat aku anugerahkan kepada isteri dan anakku yang bakal lahir nanti. Itu ikrarku…., tidak boleh tidak tapi harus pasti…


Gambar Ida di Liverpool ketika kandungan anak kami berusia 8 bulan

Ida pula harus kembali ke Liverpool dan menamatkan pengajian tahun akhir dengan cabaran yang cukup besar kerana di samping mengejar impian menamatkan pengajian, dia juga terpaksa mengharungi cabaran membawa kandungan anak pertama kami tanpa ada suami atau keluarga terdekat yang akan membantu dan menemani. Itu bukan satu yang mudah untuk kami harungi, pelbagai cabaran dan dugaan terpaksa dilalui, apalagi buat Ida yang terpaksa setiap hari berulang-alik dari rumah sewa ke kampus dengan berjalan kaki yang jaraknya lebih dari 10 km. Tapi itulah hakikat yang harus kami lalui saat itu, kejayaan dalam pelajaran tetap menjadi keutamaan, tapi cinta dan kasih sayang tidak sekali-kali akan kami abaikan.

Hari-hari yang berlalu silih berganti, kesibukan kuliah dan kehidupan sebagai mahasiswa yang ada kalanya tidak mengenal adanya batas waktu dan masa, membuatkan masa begitu cepat berlalu. Tapi aku dan Ida tidak pernah merasa ada waktu kami yang terabaikan begitu saja. Ida walaupun sibuk menyiapkan projek akhir sebagai tugas untuk mendapatkan ijazah masih tetap ada waktu untuk mengirim surat dan tak lupa diselitkan dengan gambar-gambar untuk melepaskan rasa rindu aku padanya dan anak kami yang dikandungnya. Dalam surat itu juga diceritakan setiap perkembangan dan perubahan yang terjadi terhadap kandungannya dan juga pergerakan anak dalam kandungannya.

Begitu juga dengan aku, menulis surat dan mengirimkannya sudah menjadi kemestian bagiku. Selang setiap dua hari aku pasti akan mengirim surat dan bertanya khabar dan juga menyampaikan khabarku ke pada Ida. Sampai sekarang surat-surat itu masih kami simpan sebagai kenangan. Ada kalanya akan kami baca ulang untuk melepaskan rasa rindu, apabila posmen tidak datang untuk menghantarkan surat di keesokkan harinya. Begitu juga dengan surat-surat dari Ida, sampaikan posmen tukang penghantar surat itu sudah kenal sangat denganku, kerana aku merupakan satu-satunya mahasiswa yang setiap minggu akan menerima kiriman surat dari Inggeris (England), apa lagi Ida sering mengirimkan juga buatku bungkusan hadiah berupa jersey kelab pasukan bola sepak England yang sangat terkenal seperti Liverpool FC dan Manchester United FC.

Tapi cabaran sebenarnya masih jauh, kami masih menunggu-nunggu lahirnya anak pertama yang bakal menjadi pengikat kasih dan cinta sayang di antara kami berdua. Setiap hari aku akan menunggu kehadiran surat-surat dari Ida setiap kali balik dari kampus. Surat-surat dan gambar-gambar yang diselitkan dalam surat itu seperti menjadi satu kekuatan untuk aku lebih gigih belajar. Setiap kali selepas membaca dan menatap gambar yang dikirimkan, aku akan sangat bersemangat untuk mentelaah buku atau meyelesaikan tugas-tugas kuliahku. Melihat kepada pencapaian hasil peperiksaanku juga memperlihatkan peningkatan yang sungguh memberangsangkan. Selepas berkahwin dan bakal menjadi seorang bapa, hampir semua mata kuliah yang aku ambil mencatatkan nilai ‘A’, suatu peningkatan dan pencapaian yang sungguh luar biasa dari sebelumnya. Disebabkan peningkatan tersebut, aku selalu mendapat pujian dari dosen-dosen dan juga teman-teman dekatku.

Inilah yang dinamakan rezeki mungkin, rezeki isteri dan anakku yang bakal lahir tak berapa lama lagi. Aku berjanji akan menghadiahkan sesuatu yang istimewa sempena kelahiran anak kami itu nanti. Aku ingin buktikan bahawa, memilih untuk bernikah semasa masih menjadi mahasiswa itu bukan satu halangan untuk mencipta kejayaan. Tapi merupakan satu dorongan dan perangsang yang lebih kuat untuk mendapatkan kejayaan yang lebih cemerlang dan membanggakan.

Sesungguhnya aku sangat bersyukur kerana Allah s.w.t telah memberi sinar baru dalam hidupku. Aku bersyukur kerana Allah s.w.t telah mengurniakan seorang isteri yang cekal, tabah, kuat dan sentiasa kaya dengan senyuman walaupun berada dalam keadaan yang sukar sehingga memberi kekuatan untuk kami terus mengharungi hari-hari yang mendatang. Aku juga bersyukur kerana Allah s.w.t telah mengurniakan kami anak dalam usia kami yang masih muda, supaya kamu sedar bahawa amanah itu adalah satu tanggungjawab yang tidak harus kami sia-siakan. Tapi perjalanan sebenarnya masih panjang, aku dan Ida masih perlu melunaskan banyak hal terutama untuk mendapatkan kejayaan dalam pelajaran dan menjaminkan masa depan yang sempurna untuk anak kami yang bakal lahir nanti.


Samsul Kamil Osman

Teratak Shamida, 7 Ogos 2011

Tuesday 23 August 2011

Catatan Perjalanan Mahasiswa UI

“ Memori ”

Di langit kelihatan suram kerana dilingkari oleh gerombolan awan-awan hitam yang menutupi ruangan. Kesuraman juga dirasakan menyelubungi seluruh bumi yang menantikan adanya sinar cahaya suria yang akan dipancarkan melalui celahan awan. Tetapi sepertinya ada tanda-tanda kehampaan, bila suria yang diharapkan membawa sinarnya tidak dapat menghadirkan diri kerana dihalang oleh awan hitam yang menutupi langit. Sepertinya akan ada yang menangis nanti bila sinar suria tak akan menjelmakan diri seandainya awan hitam tidak mau berarak pergi. Pastinya akan ada yang bersedih, bila mentari yang ditunggu untuk menerangi hari tidak muncul seperti yang dinanti.

Akan pastinya nanti terdengar suara merintis kerana hajat tak dapat dipenuhi…Akan nanti ada yang menangis kerana yang ditunggu tidak datang memunculkan diri…. Akan ada yang bersedih kerana bunganya layu tak sempat menjadi penyeri di taman hati…. Akan ada juga nantinya yang menjadi penunggu, tapi semuanya seperti tak pernah pasti…. Akan ada juga nanti yang akan menyerah kalah, kerana kecewa tak pernah dipedulikan lagi.

Itulah antara bait-bait ayat yang cuba aku terjemahkan untuk menggambar kerinduanku kepada masa lalu yang telah aku tinggalkan. Itulah juga antara bait-bait ayat yang cuba aku lafaskan untuk menyatakan betapa aku sangat-sangat mengharapkan suatu masa nanti aku masih boleh bertemu kembali dengan insan-insan yang pernah bersama menempuh cabaran…., cabaran masa lalu yang penuh dangan ranjau dan dugaan.

Tetapi semua itu masih belum ada kepastiannya. Aku masih ragu-ragu apakah segala impian itu akan dapat ku tunaikan menjadi kenyataan. Aku masih keliru, apakah semua kenangan lalu itu masih segar dalam ingatan. Aku masih menunggu apakah teman-teman yang lain juga menginginkan satu pertemuan. Hatiku masih bertanya-tanya apakah perlunya satu pertemuan yang dapat merungkaikan segala kenangan…., apakah perlunya satu pertemuan yang dapat meleraikan kerinduan…. Apakah pertemuan itu perlu untuk menjadi titik penyelesaian…., penyelesaian kepada sebuah kerinduan…., pertemuan yang nantinya dapat merungkaikan segala persoalan yang sebelumnya tidak sempat diselesaikan.

Hati kecil ini masih saja ingin terus bercerita. Mengungkit masa lalu yang sudah tersimpan menjadi lipatan sejarah. Mencari cerbisan kisah yang pernah mencuit rasa, menjadi memori terindah tapi mulai hilang dari ingatan kerana dimamah usia.

Aku tidak mampu menghapuskan rasa….., aku tak mampu untuk menolak seandainya akan ada rasa cinta…, aku tak mampu berkata tidak, jika ada hati yang akan terluka…., aku juga tak pasti apakah ada hati yang pernah kecewa…., tapi aku yakin masa lalu tak pernah berdusta…., masa lalu akan selalu membukakan mata…., masa lalu tak pernah menutup pintunya…..masa lalu sentiasa siap dengan segala macam cerita. Cuma kita saja yang harus pandai memilihnya, supaya masa lalu tak menyebabkan lahirnya rasa kecewa.

Masa lalu seharusnya menghadirkan rasa bahagia. Masa lalu seharusnya membuat kita melupakan sengketa….., masa lalu seharusnya menukarkan benci menjadi cinta…., duka menjadi bahagia…., menangis diganti ketawa…, gelita menjadi bercahaya…., hidup yang derita bertukar dengan segala nikmat hidup yang penuh bahagia…..

Nikmatilah masa lalu…..kerana masa lalu akan membuatkan kita merasa selalu ‘muda’….masa lalu akan membuatkan kita tak pernah akan ‘tua’, walaupun kita sudah mula dimamah usia….

Teratak Shamida

24 Ogos 2011

Catatan Perjalanan Mahasiswa UI...

Coretan Kenangan Buat Sahabatku Andi Lubis

Alhamdulillah hari ini aku masih diberi kekuatan untuk meneruskan coretan, mengorek ingatan untuk dijadikan santapan buat pembaca yang budiman. Bersyukur kepada Allah s.w.t., yang masih memberi daya ingatan yang kuat untuk aku mencungkil kembali kenangan masa lampau bagi dijadikan bahan persembahan.

Dalam mengharungi liku-liku kehidupan untuk mengisi suatu perjalanan mencapai impian, cukup banyak sekali dugaan dan rintangan yang terpaksa dilalui. Tetapi dalam menghadapi semua liku-liku tersebut, kita masih boleh mengukirkan senyuman, kerana kita sebenarnya tidak sendirian. Kita masih didampingi oleh teman, sahabat @ juga rakan-rakan yang bertindak menjadi kekuatan…., kekuatan untuk mengharungi segala cabaran.

Bercerita mengenai sahabat @ teman, memang banyak hal yang tak terlepas untuk kita ungkapkan kembali sebagai kenangan. Apalagi buat orang seperti aku, yang pernah mengharungi hidup mencari ilmu di perantauan.

AHMAD AFENDI LUBIS (Almarhum)…., Beliau adalah teman yang menjadi pilihan. Pilihan untuk aku kongsikan kisah dan perjalanan hidup kami sepanjang bergelar mahasiswa Universitas Indonesia. Sebelumnya, terlebih dahulu kita sedekahkan al-fatihah…,semoga rohnya dicucuri rahmat oleh Allah s.w.t.

Andi panggilan mesra yang terbiasa kami gunakan. Seorang yang berpewatakan tegas, mempunyai prinsip diri yang jelas, sentiasa menampakkan raut wajah yang serius dan sangat ‘pelit’ melemparkan senyuman.

Andi Lubis, kali pertama bertemu dan berkenalan ketika mendaftar mata kuliah di Jurusan Sejarah FSUI, tepatnya pada hari pertama kami berkumpul melaporkan diri di Jurusan. Penampilannya serius dan cara pertuturannya yang tegas, cukup membuat aku rasa sukar untuk mendekatinya. Apalagi jika ingin berteman baik dengan beliau ketika itu. Sebab itu juga mengapa aku lebih memilih untuk mendekati anak-anak ‘cewek’ yang lebih mudah mesra dan sangat senang menghulurkan bantuan.

Tapi namanya anak rantau, sudahlah menumpang tempat mencari ilmu… Aku tetap harus berbaik dengan semua orang. Maka Andi tetap aku dekati, walaupun ketika itu, kami tak punya banyak keserasian untuk menjadi teman dekat.

Kenangan di FSUI & Anak-anak Sejarah Angkatan 89

Selain Andi, ada beberapa orang lagi teman ‘cowok’ yang masih dapat ku ingat nama mereka…Antaranya, Ifyani anak keturunan Jawa dari Perkalongan (mungkin saja sekarang sudah jadi pengusaha batik), Darma (Chiq) anak yang senang dengan Muzik Jazz, Adi Patrianto paling disenangi kerana cepat mesra, Adianto, Wanto, Edwar Mukti (Edo), Arieff, Hamid, Pongky ( aku ingat kerana anak ini lucu penampilannya), Sony, Rudi (Almarhum), Irwan, Jaenal Abidin, Bart Lapian, Chandra, Mohd Zain, kami sama-sama dari Malaysia dan Mustafa Kamal ketua Angkatan Sejarah 89.

Dari sebaris nama yang disenaraikan, tetap saja kenangan mengenali dan kesempatan berpeluang bersama Andi sukar untuk aku lupakan. Kami memiliki pengalaman dan kenangan bersama, yang mungkin juga teman-teman yang lain tidak mengetahui dengan sepenuhnya.

Pada awalnya, aku tidak terlalu rapat mengenali Andi. Aku juga pada awalnya tidak menduga akan berkawan baik dengan beliau. Apalagi aku sebenarnya sukar untuk membaca sikapnya yang serius, terutama setiap kali kalau diajak bicara, atau juga ketika berdiskusi. Sikapnya yang suka mematahkan segala hujah-hujan kami setiap kali berdiskusi membuatkan aku tidak menyenanginya.

Andi punya kebiasaan suka mematahkan hujah teman-teman. Setiap kali kami diberi tugasan untuk membuat pembentangan dalam kuliah, Andi merupakan salah seorang mahasiswa yang paling ingin dihindar. Kalau Andi tidak masuk ketika membuat pembentangan, hati akan rasa tenang kerana tidak akan ada yang menentang hujah yang disampaikan. Tapi jika terlihat kelibat Andi di dalam ruangan, anak-anak yang diberi tugasan akan nampak gusar, apa lagi kalau mereka itu ‘cewek’, pasti sampai menangis akan Andi ‘kerjakan’. Bermacam-macam soalan diajukan, sehingga ada kalanya anak-anak menangis memikirkan jawapan.

Andi memang luar biasa, kalau berbicara tidak ada putusnya, ada saja hujah yang akan dibawa. Andi tidak pernah mahu kalah, setiap hujah kita akan segera dipatahkan. Mungkin saja kerana dia sangat petah berkata-kata, tegas berbicara, membuatkan kita mengaku kalah.

Kesenangan Andi adalah berhujah. Apa saja topic yang menjadi bahan bicara kita pasti akan beliau sanggah. Teman yang selalu menjadi lawan beliau berhujah tentu sekali Mustaffa Kamal ada kalanya juga Ifyani kerana topik mereka lebih kepada hal-hal yang ‘Islami’. Aku juga dapat rasakan, bila teman-teman membaca tulisanku ini mereka akan bersetuju dengan pendapatku yang satu ini.

Andi dan Kamal kalau bertemu, ibarat pepatah Melayu ‘ seperti buku bertemu ruas’ , ada saja topik yang akan terus dibahas. Mustaffa Kamal seorang yang tenang, berhujah secara matang dan punya ketokohan menjadi pemimpin di masa mendatang. Dugaan aku ada benarnya, Mustaffa Kamal sekarang sudah sukses dalam kerjaya politiknya, menjadi pemimpin besar di Indonesia. Malah terakhir beliau telah diangkat menjadi Ketua Fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia.

Andi pula seorang yang cepat mengeluarkan pendapat senang mematahkan hujan lawan. Pada suatu ketika bila aku lihat Andi dan Kamal berhujah, serasa tak akan ada yang bakal mengalah. Akhirnya masing-masing tetap mempertahankan prinsip yang dibawa, menjadikan forum tak pernah ada sudahnya. Besok bertemu semula dan hujah masih diteruskan…maka jadinya….hujah…, berhujah….dan terus berhujah…sehingga tak dapat pasti bila akan ada sudahnya…

Suatu hari Andi mendatangi aku di kost. Aku terkejut kerana tak pernah menyangka itu bakal terjadi. Lalu aku menjemput Andi masuk dan kami berbual tentang banyak hal. Walaupun ketika itu tidak ada topik khusus yang kami bicarakan. Aku sendiri tidak pasti, mengapa Andi memilih aku untuk didekati…., berkongsi cerita dan mencurahkan rasa hati. Aku sendiri sebelumnya tidak begitu dekat dengan beliau, berbanding dengan Kamal dan Ifyani atau saja Adi Patrianto yang lebih mudah aku dekati.

Waktu itu memang sulit untuk aku mengerti, asal penyebab Andi datang berkunjung. Dalam kunjungan itu aku sedikit sebanyak dapat memahami, mendekati dan mengenali Andi. Ternyata dalam sekeras-kerasnya beliau, masih tetap ada jiwa halus yang melembutkan hati. Andi tidak sepenuhnya seperti yang aku gambarkan sebelum ini. Andi juga insan biasa yang sangat menginginkan simpati.

Sejak kunjungan tersebut, Andi dan aku menjadi teman yang sangat dekat sekali. Banyak yang kami kongsikan bersama, terutama hal-hal yang berkaitan dengan perjalanan hidup. Tentu saja tak semua patut aku ceritakan di sini, tapi cukuplah aku katakan Andi menyimpan terlalu banyak rahasia, terutama yang berkaitan dengan keluarga, dan siapa sebenar dirinya. Apa yang kami kenal sebelumnya bukan cerminan dirinya yang sebenar, tapi itu Andi yang bertopeng-topeng untuk menutupi banyak persoalan diri yang tak mampu diungkapkannya sendiri.

Hari demi hari yang berlalu pergi….Andi sudah menjadikan kostku seperti kamarnya sendiri. Tapi itu aku tak pernah peduli. Untung saja kamar kost ku memang untuk diisi dua orang, Cuma aku saja yang mau duduk sendiri. Tapi pengalaman bersama Andi memang cukup istimewa. Masa banyak dihabiskan dengan membaca. Adakalanya aku tak dapat pastikan bila dia melelapkan mata. Setiap kali aku terjaga, Andi masih saja seperti sedia…, membaca dan terus membaca.

Itulah sebabnya aku meletakkan Andi sebagai insan yang istimewa. Membaca buku menjadi santapan hariannya. Baru aku mengerti mengapa Andi hebat berhujah, tentu saja pengetahuannya luas, bacaannya sungguh tak terbatas.

Masa berlalu begitu cepat dan pantas. Tiba masa kami harus berpisah, terutama setelah aku sudah di hujung musim-musim kuliah. Aku harus cepat-cepat menyelesaikan kuliahku kerana biasiswa yang ditawarkan terbatas waktunya. Aku dan Andi terpaksa akur kapada ketentuan waktu. Menjelang ujian skripsiku…aku harus melakukan penilitian lapangan untuk mencari bahan untuk dipersembahkan. Kebetulan kajian skripsiku menuntut untuk aku kembali ke Malaysia untuk meneruskan kajian lapangan. Maka aku dan Andi tak lagi dapat bersama seperti sebelumnya.

Tapi sebelum aku pulang untuk melakukan penelitian, Andi sempat berpesan;

“Sam, kau jangan lupa tuhan, tuhan banyak memberikan kepadamu kesenangan, tuhan banyak menyalurkan kepadamu kebahagiaan, tuhan telah menganugerahkan kepadamu kejayaan,” Pesan Andi yang masih aku ingat dan tak akan pernah aku lupakan.

“Sam, ini tafsir al-Quran, dulu memang aku selalu gunakan untuk dijadikan panduan, tapi sebagai menghargai sebuah persahabatan, kau simpan saja dan jadikan pendoman,” Pesan Andi ketika menghadiahkan sebuah taksir al-Quran yang masih aku simpan sebagai kenangan.

Andi, sungguh tak ku duga kau pergi meninggalkan kami buat selama-lamanya. Aku tak pernah tahu kau sedang bertarung nyawa melawan penyakit ketika kita bersama. Kau tak pernah menunjukkan tanda-tanda, membuatkan teman-teman merasa sangat kecewa. Aku hanya mendapat khabar permergianmu mengadap Ilahi dari teman-teman saja. Sebagai teman setiamu, terasa sedih sekali kerana tidak dapat bersama, mengiringi jenazahmu ke persemadian terakhir. Aku hanya dapat khabar tentang pemergiaanmu setelah beberapa hari kau disemadikan. Sesungguhnya seperti aku tidak dapat mempercayainya…kerana sebentar rasanya kita tak jumpa saat itu. Tapi itu sudah menjadi ketentuan Allah, tidak ada sesiapa yang menolak atau menafikannya.

Andi, sesungguhnya kau adalah insan istimewa…., tidak ada sesiapapun sebenarnya yang mengenalimu dengan pasti…., tidak ada sesiapapun di antara kami yang dapat mengerti siapa kamu yang sebenarnya…., tidak juga ada teman-teman yang mengerti apa yang ingin kau titipkan melalui pesan-pesan yang kau tinggalkan….., tidak semua teman yang dapat memahami setiap bait ayat yang kau ucapkan …

Andi, meskipun kau telah lama pergi. Namun kenangan bersamamu tetap abadi di jiwa kami. Hadirmu pernah mengisi hari-hari kami, pemergianmu tak sempat kami tangisi. Tapi setelah kau pergi kehilanganmu amat sekali kami rasai.

Kepada teman-teman semua, setiap kali kita mengenang sahabat kita yang satu ini, marilah kita sedekahkan al-Fatihah buatnya. Bersama-sama kita panjatkan doa, semoga Allah mengampuni segala dosa-dosa dan mencucuri rahmat ke atas roh sahabat kita Almarhum Andi@Ahmad Afendi Lubis.

Semoga kau ditempatkan di sisi orang-orang yang beriman dan beramal soleh sahabatku Andi Lubis…..Amin

Salam kenangan dari kami semua….

Kau sentiasa abadi dalam ingatan kami…..

Teratak Shamida,

23 Ogos 2011

Monday 22 August 2011

Catatan Perjalanan Zaman Mahasiswaku....

Ramadhan di Tanah Seberang

Alhamdulillah, hari ini Ramadhan masuk hari yang ke-22. Bermakna kita sudah berada di hujung musim. Hari-hari di mana malamnya kita semakin semarak mengerjakan ibadah untuk mendapatkan keberkatan dan keredhaan Allah s.w.t. Hari yang malamnya kita nantikan kedatangan ‘Lailatul Qadar’, agar kita menjadi insan yang dipilih mendapat petunjuk dan hidayah dari Allah s.w.t.

Ramadhan bulan ibadah, bulan yang penuh dengan hidayah dari Allah s.w.t, juga bulan yang mencatatkan banyak sejarah, sejak dari zaman Islam yang dibawa oleh Rasullullah sehingga zaman Islam menguasai seluruh bumi Allah, membawakan peristiwa memperkukuhkan ummah.

Catatan kisah kali ini ingin mengimbas kembali kenangan kali pertama menjalani ibadah puasa Ramadhan di Tanah Seberang, lebih tepatnya ketika berada di tahun pertama sebagai mahasiswa Universitas Indonesia di Depok, Jawa Barat. Tentu sekali tak semua pengalaman dapat diingat kembali untuk diceritakan secara terperinci, tapi rasanya cukup disisipkan beberapa peristiwa yang menjadi kenangan yang dapat dikongsikan untuk mengabadikan pengalaman.

Sebenarnya tidak dapat aku pastikan dengan tepat jatuhnya tanggal 1 Ramadhan ketika kali pertama menjalaninya. Tapi yang pasti, aku berpuasa untuk kali pertamanya di Depok, Jawa Barat pada tahun 1990. Ketika itu aku berada di semester ke-2, rasanya belumpun sampai setahun aku berada di Indonesia.

Ketika itu masih menjadi ingatan jika di tanah air, setiap kali menjelang 1 Ramadhan, Penyimpan Mohor Besar Majlis Raja-Raja Melayu akan membuat pengisytiharan dan pengumuman tarik bermulanya puasa setelah mendapat keputusan melihat anak bulan. Tapi itu tak berlaku di sini, tak ada pengumuman seperti itu, tapi kami akan segera dapat mengetahui apabila aktiviti di masjid-masjid menjadi meriah sekali. Warga masyarakat begitu ghairah menyambut ketibaan Ramadhan, lebih meriah jika dibandingkan pesta menyambut ketibaan Syawal.

Pengalaman pertama menyambut ketibaan Ramadhan di sini ialah perbezaan tarikh berpuasa. Ada warga yang merupakan pengikut aliran ‘Muhammadiyah’ puasanya awal sehari, mengikut hari berpuasa sama seperti di Tanah Suci Mekah. Warga yang menjadi pengikut ‘Nahdatul Ulama (NU) pula berpuasa keesokkan harinya kerana berpandukan Rukyah dan Hisab Ulama Sufi, sama seperti kita di Malaysia.

Keadaan ini memang sudah menjadi hal yang biasa di sini, tetapi sesuatu yang baru bagi orang seperti kami. Apa tidaknya, susah nak memilih yang mana pasti, maklum saja ketika itu ilmu agamaku masih dangkal dan cetek sekali.

Tapi akhirnya aku memilih untuk berpuasa awal sehari, mengikut keluarga Pak Niin, keluarga angkatku di sini, pengikut ‘Muhammadiyah’. Tapi ada juga kalangan rakan-rakanku yang memilih jalan ‘selamat’ berpuasa lewat iaitu pada hari berikutnya. Tapi itu bukan pokok persoalannya, tapi bagiku yang penting kita ikhlas melaksana dan mengerjakan ibadah dan terus mencari keredhaan Allah.

Beberapa hari sebelum menjelang hari untuk berpuasa, tepatnya menjelang tibanya Ramadhan, suasana di Depok menjadi sangat meriah seperti bakal menyambut kedatangan hari yang sangat bersejarah. Mungkin saja sebabnya penduduk asal di sini hampir 99% beragama Islam, sama banyak dengan jumlahnya di kampong asalku di Malaysia. Setiap isi rumah begitu sibuk membuat persiapkan kelengkapan, membersih dan mencuci halaman. Tidak cukup dengan itu warga kampong bergotong-royong membersihkan masjid dan sekitarnya termasuk tanah perkuburan turut menjadi tumpuan untuk dibersihkan.

Menurut Pak Niin, bapa angkatku, Ramadhan itu bulan ibadat, bulan yang sangat ditunggu-tunggu untuk mencari keredhaan Allah. Bulan di mana kita berpeluang untuk melipatgandakan amalan…, bulan di mana setiap amalan yang dikerjakan dibalas dengan berlipatkali ganda ganjaran pahalanya. Oleh itu ianya diraikan, kita berpesta mengerja dan melakukan ibadah siang dan malam…., berpesta mengumpul pahala…, kerana setiap amalan ada hitungannya, setiap amalan ada ganjaran pahala yang berganda.

Sehari sebelum berpuasa, setiap isi rumah mengadakan majlis kunjung mengunjung dari rumah-ke rumah. Setiap warga kampong mengadakan majlis bacaan Yasin dan Tahlil sebagai menyambut Ramadhan yang bakal datang esok hari. Sesudah membaca Yasin dan bertahlil, tetamu saling menghulurkan tangan bermaaf-maafan sambil tuan rumah menjamu pelbagai juadah. Kemudian jemaah bergerak ke rumah-rumah yang lain untuk memenuhi acara yang sama, sehinggalah selesai semua rumah dikunjungi. Suasana itu kalau di Malaysia hanya dilakukan pada 1 Syawal, ketika kita meraikan hari raya selepas sebulan berpuasa.

Sebelah petang menjelang Asar, sudah ramai yang berpusu-pusu ke Masjid, yang muda, yang tua, kaum ibu dan kaum bapa, tiada yang terkecuali mengumarahkan masjid bersolat berjamaah, kemudian dilanjutkan dengan tazkirah dan berselawat.

Menjelang waktu Maghrib, lebih ramai lagi jumlahnya yang berpusu-pusu ke masjid untuk berjamaah. Ahli jamaah berlipatkali ganda dari biasa, hingga didirikan tenda atau khemah kerana ruangan dalam masjid tak lagi mampu menampung jumlah jemaah yang begitu ramai.

Menjelang waktu Isya’, jemaah yang datang semakin bertambah. Lagak datangnya seperti ada acara besar yang akan berlansung. Tua, Muda, kecil, besar, lelaki dan perempuan, semuanya tidak mahu melepaskan peluang untuk berebut membuat amalan, menuaikan solat berjamaah mencari keredhaan.

Selepas selesai melaksanakan solat Isya’ , jamaah dihidangkan dengan ‘kuliah tujuh minit’(Kultum). Kini giliran anak-anak muda diberi kesempatan untuk menampilkan ilmu dan bakat kepimpinan mmenyampaikan ilmu untuk dikongsikan. Ini juga satu cara untuk melatih golongan muda-mudi menjadi pemimpin yang bakal meneraju ummah di masa hadapan.

Selesai ‘Kultum’, solat Tarawih dan dilanjutkan dengan solat Witir berjamaah. Suasana masjid menjadi sangat meriah dan bercahaya kerana ramainya jamaah, mengerjakan ibadat dengan khusuk dan tawaduk.

Selesai bertarawih, dilanjutkan dengan tadarus al-Quran. Ibadah malam terus dilanjutkan sehingga ke pagi dengan pelbagai pengisian. Masjid menjadi tempat tumpuan terutama anak-anak muda yang ghairah mencari keberkatan.

Pengalaman bersahur, juga merupakan satu lagi yang menarik untuk dikongsikan. Menjelang waktu bersahur ada saja di kalangan anak-anak muda dan penduduk kampong yang akan berjalan ke keliling kampong mengejutkan tetangga untuk bangun bersahur. Pelbagai cara yang dilakukan, ada yang mengetuk tong, kayu dan apa saja yang boleh menghasilkan bunyian. Di samping ketukan, mereka berteriak melaungkan ‘sahur…sahur…sahur…sahur..” tak henti-henti sehingga penghuni rumah bangun baru mereka pergi.

Pengalaman melalui dan mengalami situasi ini membuatkan suasana bangun sahur menjadi sangat meriah sekali. Tidak ada istilah ada di kalangan warga yang akan terlepas untuk bersahur, kerana ada saja yang secara sukarela akan mengejut dan membangunkan mereka.

Hari pertama puasa juga ada cabarannya. Di sini tidak seperti di Malaysia, menjelang hari berpuasa di tempat kita semua kedai makan tutup bagi menghormati umat Islam berpuasa. Tapi di Depok lain halnya, gerai-gerai makan tetap dibuka seperti biasa, sesiapa saja boleh bertandang untuk makan dan tak ada siapa yang akan mencegahnya. Apalagi kalau sudah di kampus, anak-anak mahasiswa yang tak berpuasa akan duduk makan dan minum di mana-mana sahaja. Warung dan kantin dibuka macam hari-hari biasa, kalau tak kuat iman ikut tergoda kita jadinya.

Tapi yang kuat pegangan iman dan agamanya. Tidak akan melepaskan hari dengan begitu saja. Mahasiswa berkumpul di mana-mana sahaja, baik di masjid, surau (musholah) atau saja di bilik kuliah. Aktiviti berdiskusi bedah buku tentang Islam, tafsir al-Quran dan apa saja aktiviti yang dapat mendekatkan diri dengan iman dan Islam dijadikan amalan dan pengisian. Sehingga perjalanan seharian jadi tak terasakan, puasa yang kerjakan tak terasa apa-apa, tahu-tahu saja dah sampai waktu berbuka.

Waktu menjelang berbuka tak ada yang istimewa. Di sini tak terdapat pasar Ramadhan yang menjual pelbagai juadah kuih muih dan beraneka jenis makanan untuk santapan waktu berbuka. Di sini tak seperti di Malaysia, menjadi meriah menjelang waktu berbuka. Keadaan di sini seperti hari-hari biasa, juadah berbuka ala kadar saja. Cukup nasi berlauk seperti biasa, kalau lainpun cuba ada korma buat juadah pembuka selera ketika berbuka.

Selepas berbuka suasana menjadi meriah semula. Berpusu-pusu semua warga menuju ke masjid untuk solat berjemaah dilaksana. Macam pesta suasana jadinya, rutin biasa mengisi ibadah malam, menggambarkan istimewanya bulan Ramadhan, penghulu segala bulan.

Itulah antara keistimewaan bulan Ramadhan di Tanah Seberang. Keinginan untuk beribadat sangat terasa sekali, hari-hari yang dilalui terasa tak mahu dilepas pergi…, mengejar ganjaran dan pahala yang dijanji….,mencari keredhaan dari Ilahi…, semoga segala amalan diterima dan mendapat keberkatan.

Selamat Menjalani Ibadah Puasa Ramadhan. Semoga segala amalan yang kita laksanakan akan diterima dan mendapat segala ganjaran seperti yang dijanjikan. Semoga Allah s.w.t memberkati segala yang telah kita laksana dan kerjakan.

Teratak Shamida…

22 Ogos 2011.