Wednesday 10 August 2011

Catatan Perjalanan Mahasiswa UI - Siri Kelima

Depok Dalam Lipatan Sejarah

Nukilan: Samsul Kamil Osman

Deruman bunyi kenderaan begitu nyaring menyerusup masuk ke telingaku. Sebegitu nyaringnya sehingga menenggelamkan nyanyian unggas yang selalu aku rindukan. Kalau di kampung, setiap pagi aku tak akan pernah lepas untuk berhibur mendengarkan nyanyian unggas setiap kali bangun dari tidur sebelum memulakan hariku. Tapi...aku sudah tidak di kampung lagi, aku sudah jauh di perantauan, jauh di Tanah Seberang.

Sekali lagi lamunanku dikejutkan dengan deruman bunyi mesin kenderaan yang tidak mengembirakan kuping telingaku. Lalu mataku menjeling memandang ke arah susur jalan masuk ke kampus, tepatnya mencari tahu dari mana datangnya bunyi yang menganggu lamunanku. Mataku menjeling tepat ke Gerbang UI, di situlah merupakan pintu masuk utama ke kampus Universitas Indonesia, kampus kebanggaan kami. Lalu mata liarku melihat dengan penuh terkesina bagaimana kenderaan yang pelbagai rupa, dari ‘speda motor’, mobil sedan, mobil antik sehinggalah ke mobil mewah yang besar tersergam...menakjubkan. Itu sudah cukup memberi cerminan kepadaku, mahasiswa di sini punya pelbagai latar sosio-ekonomi....dari rakyat kecil hinggalah ke anak-anak golongan atasan yang mewah dan kaya raya.

Tiba-tiba mataku terpaku memandang sebuah kenderaan yang sentiasa dikejar-kejar oleh mahasiswa yang baru turun dari kereta api di stasiun UI. Dalam hati aku berbisik, ini rupanya ‘bis kuning’, bas yang disediakan oleh pihak universitas untuk menjemput dan menghantar mahasiswa ke fakultas masing-masing yang letaknya menyebar di sekitar kampus yang luas terbentang.

“Bis kuning’, kini aku faham...kuning merupakan warna keagungan Universitas Indonesia, ‘Jaket Kuning’ adalah jaket keramat mahasiswa UI, ‘Bis Kuning’ bas yang menjadi teraju utama menjemput dan menghantar mahasiswa ke tempat kuliah masing-masing. Di tambah lagi memang bas itu sendiri diwarnakan dengan warna kuning...teringat aku tentang kehebatan dan keagungan warna kuning kalau dikaitkan dengan Negara asalku Malaysia. Kuning adalah warna ‘Diraja’, warna yang melambangkan kedaulatan, kekuasaan dan keagungan. Jadi aku punya jawapannya, mengapa UI memilih warna kuning, sudah pasti warna ini mempunyai nilai ‘historisnya’ yang tersendiri. Pastinya UI ingin menjadi peneraju untuk melahirkan minda mahasiswanya yang berjiwa besar dan mengangkat martabat bangsa, agama dan negara.


Sekali lagi lamunan jauhku dikejutkan oleh sentuhan tangan yang menepuk bahuku...lalu aku menoleh kebelakang melihat siapakah gerangan yang ‘galak’ berbuat demikian. Rasa geram dan marahku menjadi lutur apabila melihat seorang gadis ayu dan bersahaja menghadiahkan senyuman manisnya sambil menyapa aku. “Kamu Samsul, anak Malaysia kan?, masih ingat aku...Riries anak jurusan sejarah juga”, sapaan si gadis manis itu yang membuatkan hatiku menjadi luluh. Kelembuatan suara dan manis senyumannya telah membuat hati ini sedikit terpesona dan tertawan....Aku mula teringat slogan “buku, pesta dan cinta”...hatiku mula berdetik...apakah ini langkah mula aku mengenal dunia kampus yang punya nilai ‘historis’ yang sedang aku gali itu...

Si gadis menghulurkan tangan untuk berjabat, sebagai tanda perkenalan atau juga untuk bersahabat denganku. Aku menjadi tersipu-sipu malu....malu untuk menyambut huluran tangannya yang terlihat sangat halus dan lembut. Sambil tersenyum aku sambut huluran itu lalu tangan saling bersentuhan dan kami berjabat mesra....degup jantungku berdetik seketika...gerumuhku tak terhindar bila kami saling berpandangan mata. Lalu cepat-cepat aku lepaskan tangan yang halus itu...sepertinya aku sudah mula ‘syok’ sendiri.....

Sekali lagi aku terserentak apabila Riries menarik tanganku untuk mengejar ‘bis kuning’ yang baru berhenti di ‘halte’ stasiun UI. “Ayuh lah Sam, nanti kita ketinggalan dan keburu lewat masuk kuliah” suara ajakan Riries kedengaran di kuping telingaku. Lalu aku berlari mengikut dari belakang gadis manis itu dan akhirnya kami dapat menyelinap masuk ke dalam ‘bis’. Keadaan menjadi sangat sesak dan himpit mengimpit terjadi....maklum saja ‘bis’ yang biasanya cuma memuatkan 30 penumpang, tapi telah di buang semua bangku di dalamnya membawa semau-maunya penumpang. Tak dapat ku pastikan berapa bilangan penumpangnya yang tepat, sehingga ada yang bergayut di tangga, seperti mau melayang ditiup angin apabila ‘bis’ bergerak.

Untung saja fakultas Sastra letaknya di perhentian yang kedua, jadi aku tidak perlu lama lemas dalam kesesakan’. “ Gimana Sam, asyik gak naik ‘bis kuning’, kuliah di Malaysia ada gak bis seperti ini ya”, tanya Riries untuk dapatkan kepastian dariku. Aku hanya tersenyum, masih malu untuk berkata-kata, bahasa Indonesiaku masih kurang lancar. Sepanjang jalan beriringan menuju mencari bilik kuliah, aku lebih banyak mendengar Riries bercerita dan kemudian, aku hanya senyum atau saja aku angguk tanda setuju atau gelengkan kepala tanda tidak pasti atau tak tahu. Aku masih teringat, pada hari pertama sesi pertemuan di jurusan dan apabila diminta memperkenalkan diri, anak-anak Indonesia teman sejurusan ketawa besar bila mendengar aku bertutur loghat bahasa Indonesia. “ Melayu banget kamu, bahasanya lucu ya”, sinis temanku Bingar, anak Surabaya sambil disambut dengan ketawa oleh rakan-rakan yang lain. Sejak itu aku jadi sangat malu untuk berkata-kata., takut nanti aku akan diketawakan lagi.

“Sam, sebentar lagi kita terus ke Gedung 4, kuliah pengantar Sejarah Indonesia, pengajarnya ibu Sudarini, kata senior kuliahnya asyik lho”, sekali lagi Riries menarik tanganku. Aku jadi malu-malu kucing, sebenarnya sangat senang diperlakukan seperti itu tapi malu kerna itu pengalaman pertamaku seperti itu. Sekali lagi hati ini terus berdetik....apakah ini yang dikatakan atau terjemahan sebenarnya maksud “buku, pesta dan cinta”.....Ahhh....jangan ‘geer’ mungkin ini sudah menjadi hal biasa di sini, pergaulan antara lelaki dan perempuan itu tidak terbatas seperti di Malaysia. Aku harus lebih faham itu, aku harus menjadi seorang yang realistik bukannya pemalu, aku harus lebih terbuka untuk menerima budaya baru sebagai mahasiswa di sini, di Tanah Seberang, di tempat yang tak pernah aku bermimpi untuk menjejakkan kakiku.

Hari ini bermulalah episode baru dalam hidupku, bukan sahaja menggelarkan diri sebagai mahasiswa di sebuah universitas yang ternama, tetapi juga hari pertama melangkah masuk ke bilik kuliah, melangkah dengan penuh bergaya untuk memenuhkan ilmu di dada. Ilmu yang bakal mengubah hidupku, mengubah masa depanku, mengubah impianku, mengubah fantasiku menjadi realiti. Aku bangga menjadi anak UI.......

Samsul Kamil Osman

9 Ogos 2011.

No comments: