Wednesday 10 August 2011

Catatan Perjalanan Mahasiswa UI - Siri Keenam

Depok Dalam Lipatan Sejarah

Nukilan: Samsul Kamil Osman

Pagi ini tak seperti pagi-pagi biasanya yang aku pernah lalui. Entah mengapa aku begitu cepat sekali terjaga dan bangun dari tidur dengan penuh bersemangat. Pada hal malam tadi aku hanya dapat melelapkan mata setelah larut pagi. Banyak sekali yang bermain di benak fikiranku malam tadi, teringatkan ‘buah hati’ di tanah air, teringat kampung halaman yang baru aku tinggalkan...sampailah mengelamunkan ‘buah hati baru’ yang aku kenal semalam. Aku jadi tersenyum sendiri bila mengenangkan, betapa mudahnya aku jatuh hati di sini. Kecantikan dan rupa yang menawan anak-anak mahasiswi di sini telah mencairkan hatiku atau saja sebenarnya aku terlalu rindukan ‘si buah hati’ yang jauh di sana...

Aku tiba-tiba tergamam apabila terdengar pintu kamarku di ketuk kuat. Ketukkan itu seperti ingin mengejutkan aku untuk bangun dari tidur. Tiba-tiba kedengaran suara lembut seorang gadis...”Sam..Sam bangun...ayuh lah...nanti telat ke kampus lho”, jerit suara itu. Sepertinya aku kenal sekali suara itu...bukan Riries...ya bukan Riries...suara itu persis suara Aria Sari, teman sejurusanku, anak Sejarah 89, lalu aku intai lewat jendela untuk dapatkan kepastian, Seperti yang ku duga, aku lihat Aria Sari yang berkulit hitam manis tapi lincah, tercegat di depan pintu kamar ‘kost’ku. Aku mudah kenal kerana Aria bukan sebarangan, dia anak yang boleh berbahasa Belanda dengan baik, mana tidaknya...sambil ikut kuliah Sarjana Sejarah, dia juga ikut kuliah Diploma Bahasa Belanda di sebelah malam.

“Ayuh lah Sam, kita berangkat ‘bareng’ ya, aku senang sekali jalan-jalan ama kamu, kamu lucu,” Canda Aria sebaik aku membuka pintu kamar. Mendengarkan kata-kata itu, seperti biasa aku menjadi tersipu-sipu malu. Maklum sajalah, aku ini anak Melayu, orang Melayu memang sangat berbahasa dan pemalu orangnya. Mungkin saja itu menjadi satu sebab mengapa anak Indonesia, teman-teman kuliahku senang bersahabat dan mendekatiku. Aku jadi ‘geer’ lagi, bila mengenangkan itu. Lalu aku capai ‘tas’ dan menyarung sepatu lalu kami bergerak melangkah ke kampus.

“Kamu asyik ya, dapat kost di Gang Masjid, di sini ‘adem’ lho,” tiba-tiba Aria bersuara memecah kebuntuan. Aku mengerutkan dahi....”Ohh ya, maksudku udara di sini segar..sejuk..cool,” Aria menjelaskan kata-katanya. Sepertinya dia dapat membaca bahawa aku tak dapat mengerti maksud kata-katanya sebelum itu. Memang sukar sekali bagi aku ketika itu untuk mengerti dengan tepat apa yang disampaikan oleh teman-teman terutama apabila berada di lingkungan kampus dan kost yang rata-ratanya menggunakan bahasa ‘prokem’ (bahasa rojak), apalagi bila ada yang menggunakan bahasa Jawa atau juga Betawi. Rasanya aku memerlukan masa untuk beradaptasi dan ternyata menguasai bahasa Indonesia itu tidak semudah seperti yang aku duga sebelum ini.

Sampai di Jalan Margondaraya, kami berhenti seketika untuk melintas. Pagi itu kenderaan atau tepatnya angkotan dan bis sibuk ke hulu dan ke hilir. Kedengaran suara ‘kenek’ terjerit-jerit memanggil dan mengarahkan penumpang untuk turun dari bis. “Pasar Minggu...Pasar Minggu....Lenteng Agung...Lenteng Agung..Depok...Depok...kiri...kiri...kiri..’” antara suara-suara nyaring yang dapat aku rakam ke telinga keluar dari mulut abang ‘kenek”. “Lucu ya Sam, kau tau gak kenapa ‘Si Kenek” nyebut ‘kiri..kiri..kiri?,” Tanya Aria untuk kepastian. Aku jawab dengan menggelengkan kepala. “Maksudnya..kalau mau turun bis, kita harus dengan kaki kiri dulu, terjun saja, bis gak berhenti lho, supir cuma perlahankan bis aja,” bersungguh Aria memberi penjelasan supaya aku faham. Aku jadi sipu dan tersenyum. “ Gak lucu...ahhh...senyum terus..., tapi manis juga ya senyum kamu’” Aria mengusikku. Aku jadi ‘geer’ lagi, mana tidaknya dapat pujian si gadis yang senyumanku itu ternampak manisnnya.

“Ayuh Sam, jalan lagi kosong,” Aria menarik tanganku untuk menyeberangi jalan. Di sebelah jalan terlihat Fina, Evi dan Wiwin melambai-lambaikan tangan menyapa kami. Fina, Evi dan Wiwin ini ibarat ‘tiga dara pingitan’ kalau di Malaysia. Mereka bertiga ini sering bersama-sama ke mana, di mana dan kapan saja, tak pernah berenggang. “ Sam, tumben kok elo berangkat bareng Aria, Zain mana?,” Tanya Fina seperti kehairanan. Mat Zain adalah anak Malaysia dari Kelantan yang sama di jurusan Sejarah danganku. “Zain kan ‘kontrak’ di ‘Prumnas Depok’ (Perumahan Nasional = Perumahan Awam kalau di Malaysia).” Aria menjawab bagi pihak aku.

“ Kamu curang ya Sam, baru sebentar tingalkan Malaysia udah cari pacar baru.” Tiba-tiba kata-kata itu terpantul keluar dari mulut Fina. Aku jadi tersipu malu. “Tak lah Fin, kebetulan Aria lalu dekat kost saya tadi, jadi kami jalan sama-sama lah..,” aku menjawab lalu disambut dengan gelak ketawa yang luar biasa dari Fina, Evi, Wiwin dan Aria. Aku faham, mereka ketawakan aku kerana masih belum dapat bertutur dalam bahasa Indonesia dengan baik. Masih ada loghat ‘Melayu’ yang masih pekat. “Kamu kalau ngomong lucu banget ya....aneh..banyak ‘e..’e..’e...nya, rada Melayunya masih kental sekali Sam,” Fina sekali lagi ‘ngeledek’ aku. Seperti biasa aku hanya mampu sipu tersenyum.

Sambil itu kami terus mengorak langkah berjalan menuju ‘halte’ di Stasiun UI untuk dapatkan ‘bis kuning’ membawa kami ke FSUI. Hari ini kuliah pertama Pengantar Ilmu Sejarah 1, dosennya Pak Soetopo (Almarhum Prof Dr. Soetopo Soesanto) antara dosen senior di Jurusan Sejarah menurut Fina. Aku jadi sangat teruja untuk mengikuti kuliah tersebut. Ini merupakan satu titik permulaan untuk aku mengejar impian menjadi seorang ‘Sejarawan’ suatu hari nanti....


Samsul Kamil Osman

10 Ogos 2011.

No comments: