Wednesday 10 August 2011

Catatan Perjalanan Mahasiswa UI - Siri Keempat

Depok Dalam Lipatan Sejarah

Nukilan: Samsul Kamil Osman

Terima kasih kepada tuhan Yang Maha Esa kerana masih memberi kekuatan dan kesempatan untuk aku terus menulis. Semoga Allah s.w.t akan sentiasa memberikan kekuatan dan ketajaman minda supaya aku dapat mengungkapkan kembali hal-hal yang istimewa dalam perjalananku sebagai mahasiswa di Universitas Indonesia.

Buku, Pesta dan Cinta”, slogan yang sangat popular kepada sesiapa sahaja yang pernah menjadi mahasiswa UI. Itulah slogan yang diperkenalkan kepadaku sejak hari pertama aku hadir di kampus tercinta, atau tepatnya pada hari pertama akan berkenalan dengan kehidupan sebagai mahasiswa UI. Secara kebetulan ketika itu kami sedang menjalani Majlis Penerimaan Mahasiswa Baru, tapi apa yang sangat terkesan, majlis itu tak ubah seperti majlis untuk ‘mengeroyok’ mahasiswa baru, istilah yang aku pinjam dari temanku Affandi Lubis(almarhun). Tapi bukan majlis itu yang nak aku imbas kembali, majlis seperti itu memang di manapun sama sahaja.

Aku sangat terkesan dengan slogan “buku, pesta dan cinta”, sepertinya ada sesuatu yang istimewa untuk lebih jauh mengenali cara hidup dan menimba ilmu di kampus tercinta ini. Lalu aku mencari tahu, dan cuba mengupas apa sebenarnya di sebalik slogan tersebut.

Slogan “buku, pesta dan cinta” sebenarnya sangat sinonim dengan kehidupan kemahasiswaan di kampus UI sejak dari era 1960-an. Slogan itu bahkan pernah menjadi bait dari lagu genderang UI, lagu kebanggaan anak-anak UI. Sejarahnya bermula kerana kehidupan sebagai mahasiswa ketika itu sangat diwarnai dengan semangat kebebasan. Di era itu mahasiswa bebas untuk berorganisasi dan berpendapat dengan semangat yang penuh berani. Puncak dari semangat untuk mengekspresikan kebebasan itu tercetusnya peristiwa “Malari” yang menyebabkan tokoh-tokoh mahasiswa merengkok dalam penjara.

Peritiwa ‘Malari’ (Malapetaka Lima Belas Januari) adalah peristiwa demontrasi mahasiswa dan kerusuhan social yang terjadi pada 15 Januari 1974. Setelah peristiwa Malari, kehidupan kampus dipantau dan dibekukan.

.

Buku, pesta dan cinta” sebenarnya sangat terkait rapat dengan sejarah kebangkitan perjuangan golongan mahasiswa di Indonesia. UI ketika itu menjadi tempat bertemunya pelbagai golongan lapisan masyarakat yang bakal menjadi peneraju bangsa Indonesia telah mengekspresi satu wadah perjuangan untuk membela rakyat yang terbelenggu oleh kemiskinan. Maka lahirlah slogan tersebut sebagai cara untuk mahasiswa mengekspresikan perjuangan mereka. Slogan itu menjadi sangat sebati dengan jiwa mahasiswa UI dan melalui slogan inilah mahasiswa UI menjadi satu dalam setiap gerak dan langkah mereka.

Antara tokoh terkenal yang lantang menerajui cara pemikiran mahasiswa kita itu ialah Soe Hok Gie, mahasiswa FSUI. Antara petikan tulisannya yang sangat terkesan ialah:

“Mimpi saya yang terbesar, yang ingin saya laksanakan adalah, agar mahasiswa Indonesia berkembang menjadi ‘manusia-manusia yang biasa.’ Menjadi pemuda-pemuda dan pemudi-pemudi yang bertingkah laku sebagai seorang manusia yang normal, sebagai seorang manusia yang tidak mengingkari eksistensi hidupnya sebagai seorang mahasiswa, sebagai seorang pemuda dan sebagai seorang manusia.

Saya ingin melihat mahasiswa-mahasiswa, jika sekiranya ia mengambil keputusan yang mempunyai arti politis, walau bagaimana kecilnya, selalu didasarkan atas prinsip-prinsip yang dewasa. Mereka yang berani menyatakan benar sebagai kebenaran, dan salah sebagai kesalahan. Dan tidak menerapkan kebenaran atas dasar agama, ormas, atau golongan apapun.

Masih terlalu banyak mahasiswa yang bermental sok kuasa. Merintih kalau ditekan, tetapi menindas kalau berkuasa. Mementingkan golongan, ormas, teman seideologi dan lain-lain. Setiap tahun datang adik-adik saya dari sekolah menengah. Mereka akan jadi korban-korban baru untuk ditipu oleh tokoh-tokoh mahasiswa semacam tadi.” (Soe Hok Gie)

“Buku, pesta dan cinta” pada dasarnya adalah cara pandang dan pola pergaulan mahasiswa yang menjadi asam garam kehidupan di kampus tercinta. Praktisnya, mahasiswa saling kenal dan bergaul akrab, dan kerana keakrapan itulah setiap mahasiswa tak pernah merasa adanya perbezaan taraf, darjat, bangsa dan asal mereka.

Slogan itu juga menjadi trend dan cara hidup mahasiswa di kampus. Selain aktiviti kuliah, kehidupan di kampus sangat diwarnai dengan pelbagai acara melambangkan “ buku, pesta dan cinta”. Tiada hari yang sepi tanpa diskusi, bedah buku, mendeklamasikan puisi, pementesan teater dan tak ketinggalan diselit dengan acara hiburan baik dalam bentuk moden maupun tradisional. Dunia kampus menjadi sangat meriah dan penuh dengan warna-warni termasuklah mencari dan memiliki pasangan uantuk mendapatkan ‘cintTren mahasiswa pasca reformasi telah merubahkan cara berfikir dan corak pergaulan mahasiswa berbanding era sebelumnya ketika UI berpusat di kampus Rawamangun. Kampus Depok yang lebih moden, lengkap dengan kemudahan dan pra-sarana yang canggih telah menukar cara mahasiswa menterjemahkan “buku, pesta dan cinta” mengikut era baru. Dominasi diskusi di kampus tidak lagi hanya berkait kepada hal-hal yang hanya berbau politik dan social masyarakat seperti era sebelumnya, tapi juga menular kepada ‘3F’ (food, fashion & film). Cara mengekspresikan ‘buku, pesta dan cinta’ tetap menjadi tren tapi berubah mengikut kesesuaian arus masa.

Samsul Kamil Osman

8 Ogos 2011.

1 comment:

Anonymous said...

Ingatan abang samsul memang kuat... ha..ha.. banya benda yang saya dah mula lupa..